Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejatinya sengketa antara PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) dengan anak usahanya yaitu PT Karya Citra Nusantara tak baru terjadi, lantaran keluarnya izin konsesi bagi Karya Citra sebagai penyelenggara pelabuhan umum di Marunda oleh Kementerian Perhubungan.
Mulanya begini, pada 2004 Kawasan Berikat punya rencana membangun dua jenis pelabuhan: umum dan khusus di wilayah konsesi miliknya, Pelabuhan Marunda. Untuk pelabuhan khusus, Kawasan Berikat menggandeng PT Karya Utama membentuk Karya Citra sebagai pengelolanya.
Penandatanganan perjanjian Kawasan Berikat dan Karya Teknik mendirikan Karya Citra dilangsungkan pada 28 Januari 2005, melalui perjanjian nomor 04/PJ/DRT/01/2005. Sementara pengesahan Karya Citra sebagai Perseroan Terbatas, baru direstui Kementerian Hukum dan HAM pada 7 April 2006 melalui akta pendirian bernomor C-10061 HT.01.01TH2006.
Dalam pembentukan Karya Citra, Kawasan Berikat berkontribusi sebagai penyedia lahan, sementara Karya Teknik yang jadi membangun infrastrukturnya. Atas hal tersebut ditentukan pembagian kepemilikan saham adalah 15% dimiliki Kawasan Berikat, dan 85% dimiliki Karya Teknik.
Kinerja Karya Citra bisa dibilang mumpuni dalam mengelola pelabuhan tersebut. Dikutip dari laman Kementerian Badan Usaha Milik Negara, pada 2014 Karya Citra sudah punya aset senilai Rp 1,07 triliun, sementara tahun sebelumnya asetnya hanya senilai Rp 15,3 miliar.
Sepanjang 2014, Karya Citra juga mencatatkan laba bersih hingga Rp 27,8 miliar, dan ada 1.200 kapal yang bersandar dalam waktu yang sama, meningkat pesat dari tahun sebelumnya yang hanya berhasil mengumpulkan Rp 8,02 miliar laba bersih.
Punya performa mumpuni, Kawasan Berikat ingin ambil bagian. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 18 Desember 2014 lalu, komposisi saham diubah menjadi 50:50 antara Kawasan Berikat dan Karya Teknik.
Masih dalam laman Kementerian BUMN tersebut, dijelaskan salah satu alasan pengubahan komposisi saham lantaran kedua pemilik Karya Citra kerap berseteru sejak awal pendirian. Komposisi saham yang seimbang jadi salah satu solusi.
Hanya saja, kata salah satu anggota tim kuasa hukum Karya Citra Rocky Kawilarang menyatakan, bahwa tak lama setelah RUPS, Kementerian BUMN meminta agar terjadi pembatalan atas kesepakatan pengubahan komposisi saham.
"Saya tak tahu alasan pastinya, tapi mungkin ya karena buat apa negara harus menambah uang lagi untuk investasi oleh swasta," katanya saat ditemui Kontan.co.id di Gadjah Mada Mall, Selasa (17/4).
Kata Rocky, mulanya atas pengubahan komposisi saham 50:50, Kawasan Berikat diwajibkan menyertakan tambahan modal senilai lebih dari Rp 200 miliar. Dan telah ada dua kali pembayaran masih-masing senilai Rp 11 miliar, dan Rp 46 miliar.
"Karena, dibatalkan maka uang juga sudah dikembalikan, tapi saya tak tahu detailnya yang dikembalikan itu Rp 11 miliar, atau yang Rp 46 miliar," jelasnya.
Pembatalan, dan pengembalian setoran penyertaan modal membuat Karya Citra beranggapan bahwa komposisi saham Karya Citra kembali ke awal, 85% dimiliki Karya Teknik, 15% dimiliki Kawasan Berikat.
Sementara salah satu anggota tim kuasa hukum Kawasan Berikat Ria Omas Manalu menilai komposisi saham tetap 50:50.
"Ada adensum 3 pada RUPS itu, bahwa sahamnya 50:50, dan sudah didaftarkan ke Kemkumham," katanya kepada Kontan.co.id di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (17/4).