Reporter: kompas.com | Editor: S.S. Kurniawan
"Sedikit memakan waktu, tetapi prosesnya lebih sehat, ada di jalur hukum, bukan dengan hasil tarik-menarik kepentingan politik," ujar Hendrawan.
Baca Juga: Ini hal yang terjadi jika Pemerintah tak keluarkan Perppu KPK
Semangat awal merevisi UU KPK yang telah belasan tahun diwacanakan, Hendrawan menjelaskan, awalnya KPK sebagai lembaga superbodi dinilai perlu check and balances. Maka, perlu ada dewan pengawas, dengan harapan bisa menjadi penyeimbang.
"Pada awalnya sebenarnya sederhana, yaitu harapan agar sebuah lembaga hukum dengan wewenang sangat besar, bahkan disebut sebagai superbodi, diawasi dengan tata kelola yang sehat. Itu sebabnya dibuat dewan pengawas," jelas Hendrawan.
"Jadi, KPK yang semula pakai sistem single tier (satu lapis) diganti dengan two tiers (dua lapis), agar terjadi proses check and balances secara internal," imbuh dia.
Baca Juga: Peneliti LIPI sebut ada tiga pilihan penerbitan Perppu KPK, apa itu?
UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena penyusunannya secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK. Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang bisa melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu.
Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK dengan status ASN bisa mengganggu independensi. Pembentukan dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dianggap bisa mengganggu penyelidikan juga penyidikan KPK.