kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45914,93   -8,56   -0.93%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Shortfall pajak Rp 245 triliun pada 2019, terburuk dalam lima tahun terakhir


Selasa, 07 Januari 2020 / 15:32 WIB
Shortfall pajak Rp 245 triliun pada 2019, terburuk dalam lima tahun terakhir
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) didampingi Wakil Menteri Suahasil Nazara (kiri) memberikan keterangan pers tentang realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak selama tahun 2019 nyatanya berkinerja buruk dengan beban shortfall pajak mencapai Rp 245,5 triliun, Angka ini lebih tinggi dari proyeksi pemerintah sebesar Rp 140 triliun. 

Pencapaian shortfall pajak ini lebih tinggi daripada tahun 2018 sebesar Rp 108,1 triliun dan 2017 yakni Rp 130 triliun. Bahkan, catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini merupakan kinerja perpajakan terburuk setidaknya dalam lima tahun terakhir.

Baca Juga: Shortfall Pajak di Tahun Lalu Bisa Jadi yang Terbesar Selama Pemerintahan Jokowi

Alasan, penerimaan negara tidak bisa banyak berbicara di tahun lalu karena pengaruh perlambatan ekonomi global.

Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2019 realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 1.332,1 triliun atau hanya 84,4% dari target yang ditetapkan yakni Rp 1.577,6 triliun. Pencapaian sepanjang Januari-Desember 2019 ini pun nyatanya hanya mampu tumbuh 1,4%. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kinerja penerimaan pajak tidak luput dari kondisi perlambatan ekonomi global tahun lalu lantaran terjadi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, Brexit, Geopolitik di Timur Tengah hingga Asia. Kondisi tersebutlah yang menyebabkan tren penerimaan pajak tahun 2019 beda dengan lima tahun lalu. 

Baca Juga: Penerimaan pajak 2020 diyakini akan tumbuh, sederet tantangan ini masih menghantui

“Yang menjadi penyebab penerimaan pajak kita tertekan, manufaktur dan pertambangan. Sementara impor, terjadi penurunan sebesar 9,9% pada November 2019, terutama dipengaruhi implementasi kebijakan biodiesel sehingga mengurangi impor Migas,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN 2019, di kantornya, Selasa (7/1).

Terjadi koreksi penerimaan pajak di sektor pengolahan atau manufaktur sebesar 1,8% year on year (yoy) dengan realisasi sebesar Rp 365,39 triliun. Peran serta sektor pengolahan sangat penting, sebab kontribusinya mencapai paling besar atau setara 29,4% dari penerimaan tahun lalu.

Kemudian, kontraksi paling dalam terjadi pada sektor pertambangan yang terjun hingga 19% secara tahunan dengan pencapaian Rp 66,12 triliun. Selanjutnya, sektor perdagangan hanya tumbuh 2,9% yoy jauh lebih rendah ketimbang tahun sebelumnya di level 20,5%. 

Baca Juga: Tingkat kepatuhan pajak naik, cuma masih di bawah target

Adapun realisasi sektor perdagangan senilai Rp 246,85 triliun dengan kontribusi terbanyak 19,9% dari pencapaian akhir tahun lalu. Sumbangsih sektor perdagangan merupakan terbesar kedua dari total penerimaan pajak, sehingga pertumbuhannya yang cuma naik tipis ini memengaruhi kinerja pajak secara keseluruhan.

Di sisi lain, seluruh pencapaian jenis pajak berbasis impor lesu. Pertama PPh 22 Impor yang mencatatkan penerimaan sebesar Rp 53,66 triliun, kontraksi 1,9% secara tahunan. Kedua, PPN Impor dengan realisasi senilai Rp 171,3%, tumbuh negatif 8,1% dibandingkan tahun 2018. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×