Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) resmi berakhir pada 30 Juni 2022. Pakar pajak menilai kini saatnya pemerintah bertindak tegas menjalankan undang-undang perpajakan.
PPS atau Tax Amnesty jilid II berlangsung sejak 1 Januari 2022. Selama 6 bulan pelaksanaan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat jumlah peserta PPS sebanyak 247.918 wajib pajak (WP).
Dari jumlah peserta PPS 2022 itu, Ditjen Pajak mengeluarkan 82.456 surat keterangan dari kebijakan I dan 225.603 surat keterangan dari kebijakan II. Sebagai catatan bahwa satu WP dapat mengikuti dua kebijakan sekaligus dan dapat mengikuti PPS lebih dari satu kali.
Berikut rincian kepesertaan PPS per jenis WP sebagai berikut:
- Nilai harta bersih yang diungkapkan sebesar Rp594,82 triliun.
- Jumlah PPh yang disetorkan sebesar Rp61,01 triliun, terdiri dari Rp32,91 triliun kebijakan I dan Rp28,1 triliun untuk kebijakan II.
- Nilai harta bersih dari deklarasi dalam negeri sebesar Rp498,88 triliun. Dan nilai harta bersih dari repatriasi sebesar Rp13,70 triliun.
- Nilai harta bersih dari deklarasi luar negeri sebesar Rp59,91 triliun.
- Nilai harta bersih dengan komitmen investasi sebesar Rp22,34 triliun.
Baca Juga: Aparat Pajak Mengincar Wajib Pajak Kurang Bayar
Lapisan jumlah WP berdasarkan harta bersih yang diungkap
- Rentang 0 s.d 10 juta rupiah sebanyak 38.870 WP (15,68%).
- Rentang >10 juta s.d 100 juta rupiah sebanyak 82.747 WP (33,38%)
- Rentang >100 juta s.d 1 miliar rupiah sebanyak 75.110 WP (30,30%)
- Rentang >1 s.d 10 miliar rupiah sebanyak 41.239 WP (16,63%)
- Rentang >10 s.d 100 miliar rupiah sebanyak 9.263 WP (3,73%)
- Rentang >100 miliar s.d 1 triliun rupiah sebanyak 705 WP (0,28%)
- Di atas 1 triliun rupiah sebanyak 11 WP (0,00%)
Statistik berdasarkan nilai harta bersih
- Lima besar jenis harta adalah uang tunai sebesar Rp263,15 triliun, harta setara kas lainnya sebesar Rp75,43 triliun, tabungan sebesar Rp59,97 triliun, deposito sebesar Rp36,44 triliun, dan tanah/bangunan sebesar Rp26,35 triliun.
- Lima besar jenis usaha adalah pengusaha/pegawai swasta sebesar Rp300,04 triliun, jasa perorangan lainnya sebesar Rp59,16 triliun, perdagangan eceran sebesar Rp13,66 triliun, pegawai negeri sipil sebesar Rp9,72 triliun, dan real estate sebesar Rp9,48 triliun.
- Lima besar kinerja Kantor Pelayanan Pajak adalah Wajib Pajak Besar Empat sebesar Rp12,93 triliun, Pratama Jakarta Pluit sebesar Rp6,57 triliun, Pratama Surabaya Mulyorejo sebesar Rp5,38 triliun, Pratama Jakarta Grogol Petamburan sebesar Rp4,97 triliun, dan Pratama Jakarta Kembangan sebesar Rp4,48 triliun.
Penempatan dana investasi PPS di Surat Berharga Negara (SBN)
- Sampai dengan hari ini, sudah ada penempatan dana investasi PPS pada Surat Utang Negara (SUN) seri FR0094 sebesar Rp1,06 triliun dan pada SUN seri USDFR0003 sebesar USD11,844,000.00. Dengan dealer utama SUN yaitu BCA, Bank Mandiri, Maybank, Bank Panin, BRI, BNI, OCBC, NISP, dan Bank Danamon.
- Penempatan pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) seri PBS035 sebesar Rp135,35 miliar dengan dealer utama Bank Mandiri, Bank Panin, BCA, Maybank, BRI, dan BNI.
- Investasi dana PPS masih bisa dilakukan sampai dengan 30 September 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan bahwa setelah periode PPS ini berakhir, akan mendorong peningkatan rasio perpajakan, pengawasan dan penegakan hukum di DJP yang dilaksanakan berdasarkan basis data lebih kuat. Diharapkan WP dapat melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya dengan benar.
“Program ini adalah yang terakhir, dengan demikian semua data yang diperoleh akan menjadi database DJP. Bukan dalam rangka memberikan ketakutan, tapi saya ingin menyampaikan bahwa kita akan menjalankan Undang-Undang secara konsisten, secara transparan dan akuntabel sebagai bentuk gotong royong membangun Indonesia,” katanya.
Pakar pajak dari DDTC, Bawono Kristiaji berpendapat, pemerintah harus mulai menjalankan aturan yang tertuang dalam undang-undang perpajakan. Undang-undang perpajakan harus dilaksanakan dengan baik untuk menciptakan sistem pajak yang lebih adil dan berkepastian.
Dengan demikian, penerimaan pajak didukung oleh partisipasi wajib pajak yg luas, serta wajib pajak diperlakukan berdasarkan profil risiko kepatuhannya, dalam iklim yg transparan.
"Dengan demikian, kepatuhan pajak secara sukarela sebagai goal utama dari program pemerintah, termasuk PPS, dapat terwujud," jelas Bawono.
Diharapkan, PPS adalah program pengampunan pajak yang terakhir. Dengan demikian, ke depan tidak ada lagi program pengampunan pajak lagi.
Seperti diketahui, sebelum PPS sudah ada program pengampunan pajak yakni Tax Amnesty pada tahun 2016. Kemudian ada program sunset policy tahun 2008.
Dengan undang-undang perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak harus bisa menjaring setiap warga negara yang memiliki pendapatan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) menjadi wajib pajak. Ini terutama masyarakat yang bekerja di sektor informal, yang banyak memiliki penghasilan di atas upah minimal provinsi (UMP) Jakarta.
Bawono juga menyarankan agar Ditjen Pajak menjalankan program-program optimalisasi kepatuhan yang sebelumnya agak dihentikan pada saat PPS dan pandemi Covid-19. Seperti pengawasan dan pemeriksaan terhadap wajib pajak, sehingga bisa memberi aspek keadilan terhadap wajib pajak patuh dengan yang nakal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News