kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Serikat Buruh Usul Perubahan Nama Omnibus Law UU Cipta Kerja, Ini Kata Pengusaha


Jumat, 14 Januari 2022 / 20:04 WIB
Serikat Buruh Usul Perubahan Nama Omnibus Law UU Cipta Kerja, Ini Kata Pengusaha
ILUSTRASI. Massa dari berbagai elemen buruh melakukan unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/1/2022).


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, KSPI menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. KSPI meminta kepada Pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“KSPI meminta Omnibus Law UU Cipta Kerja dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas), setidak – tidaknya kluster Ketenagakerjaan harus dikeluarkan dari Omnibus Law UU Cipta Kerja,” ujar Iqbal dikutip, Jumat (14/1).

KSPI juga meminta agar segala kluster dan pasal yang merugikan kelompok kelas pekerja dan masyarakat dihapuskan dan jangan dibahas.

“Dengan demikian, usulan atau tawaran KSPI adalah omnibus law UU Cipta Kerja menjadi Omnibus Law UU Kemudahan Berinvestasi,” ucap Iqbal.

Baca Juga: Massa Buruh Mulai Padati Kawasan Gedung DPR Demo Tolak UU Cipta Kerja

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menolak usulan perubahan nama omnibus law UU Cipta Kerja menjadi omnibus law UU Kemudahan Berinvestasi. Apindo juga menolak usulan dikeluarkannya kluster ketenagakerjaan dari Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Hariyadi mengatakan, Pemerintah dan DPR tentunya akan segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja. Lebih lanjut Apindo menilai tidak perlu adanya revisi materi substansi Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“Tidak perlu ada revisi, pembahasan materi UU Cipta Kerja tersebut sangat panjang dan mendalam, serta sudah melibatkan banyak pemangku kepentingan saat pembahasannya,” ujar Hariyadi saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (14/1).

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan, DPR dan Pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan MK terkait omnibus law UU Cipta Kerja.

Ia bilang, bisa saja ada pandangan terkait usulan perubahan nama dan/atau pandangan terkait usulan dikeluarkannya salah satu kluster pada saat proses pembahasan tindak lanjut tersebut.

“Itu salah satu opsi. Opsi lain juga sedang dijajaki. Nanti pandangan – pandangan tersebut akan diperdebatkan di Baleg (Badan Legislasi DPR),” ujar Hendrawan.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani berbicara mengenai agenda strategis DPR RI dalam bidang legislasi. Hal ini termasuk Revisi UU No 12 tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-Undangan, sebagaimana diamanatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“DPR RI berkomitmen untuk segera menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bersama Pemerintah sesuai dengan kewenangan konstitusional DPR RI,” ujar Puan dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021–2022 DPR RI, Selasa (11/1).

Baca Juga: Selamatkan UU Cipta Kerja, DPR Revisi UU 12/2011

Seperti diketahui, revisi Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Daftar Rancangan Undang-Undang Kumulatif Terbuka akibat Putusan Mahkamah Konstitusi RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (DPR/Pemerintah) masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2022.

Sebagai informasi, dalam pertimbangan putusan uji formil UU Cipta Kerja, Mahkamah Konstitusi menegaskan, teknik atau metode apapun yang akan digunakan oleh pembentuk UU dalam upaya melakukan penyederhanaan UU, menghilangkan berbagai tumpang tindih UU, ataupun mempercepat proses pembentukan UU, bukanlah persoalan konstitusionalitas sepanjang pilihan atas metode tersebut dilakukan dalam koridor pedoman yang pasti, baku dan standar. Serta dituangkan terlebih dahulu dalam teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.

Sehingga dapat menjadi pedoman bagi pembentukan UU yang akan menggunakan teknik atau metode tersebut. Diperlukannya tata cara yang jelas dan baku dalam pembentukan peraturan perundang-undangan pada prinsipnya merupakan amanat konstitusi dalam mengatur rancang bangun pembentukan UU.

Artinya, metode ini tidak dapat digunakan selama belum diadopsi di dalam undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Model penyederhanaan UU yang dilakukan oleh UU 11/2020 menjadi sulit dipahami apakah merupakan UU baru, UU perubahan, atau UU pencabutan.

“Karena terhadap tata cara pembentukan UU 11/2020 tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang; terjadinya perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden; dan bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka Mahkamah berpendapat proses pembentukan UU 11/2020 adalah tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, sehingga harus dinyatakan cacat formil,” tulis Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×