kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sepanjang 2018, jumlah perkara kepailitan melonjak


Kamis, 27 Desember 2018 / 20:14 WIB
Sepanjang 2018, jumlah perkara kepailitan melonjak
ILUSTRASI. Ilustrasi Simbol Hukum dan Keadilan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

Beberapa catatan

Sepanjang 2018, perkara kepailitan juga mencatatkan beberapa kejadian menarik. Misalnya PKPU yang dijalani oleh maskapai penerbangan pelat merah, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero).

PKPU Merpati menghabiskan waktu masimum yang diperbolehkan dalam UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU yaitu 270 hari. Nilai tagihannya pun tercatat menjadi yang paling besar sepanjang 2018.

Dalam PKPU, Merpati harus merestrukturisasi utang senilai Rp 10,95 triliun. Beruntungnya, PKPU Merpati berakhir damai, Pengadilan Niaga Surabaya mengesahkan proposal restrukturisasi Merpati, meski dalam voting, tak memenuhi kuorum.

Selain Merpati, adapula BUMN lain yang tersangkut perkara kepailitan, yaitu PT Kertas Leces (Persero). Leces dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya akibat gagal menunaikan proposal restrukturisasi dalam yang disahkan dalam PKPU pada 2015 lalu. Dalam proses kepailitan, tim kurator kepailitan Leces kini tengah melakukan pemberesan aset.

Selanjutnya ada beberapa kasus gagal bayar surat utang korporasi. Pailitnya PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) bermula dari kegagalan melunasi Medium Term Notes (MTN) yang dirilisnya.

Sunprima kemudian mesti menjalani PKPU dengan tagihan senilai Rp 4,09 triliun. Sayangnya dalam voting proposal restrukturisasi, mayoritas kreditur menolak. Sunprima kini berstatus pailit.

Perkara serupa juga menimpa PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA). Induk produsen beras Maknyuss ini kini tengah menjalani PKPU akibat gagal membayar bunga obligasi dan sukuk ijarah Tiga Pilar. Nilai tagihan Tiga Pilar dalam PKPU mencapai Rp 2,25 triliun.

Perkara Tiga Pilar cukup menarik sebab diajukan oleh pemegang obligasi. Nah, dalam UU 8/1995 tentang Pasar Modal tindakan hukum pemegang obligasi mesti melalui wali amanat.

Hal ini pula membuat ada empat permohonan PKPU ke Tiga Pilar. Permohonan pertama dicabut, kedua dan ketiga ditolak, baru pada permohonan keempat permohonan dikabulkan.

Hal serupa juga kini tengah menimpa PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI), penyedia Taksi Express ini kini tengah menjalani sidang permohonan PKPU dari Dana Pensiun Mitra Krakatau akibat gagal membayar bunga obligasi Taxi I/2014 ke-16 dan ke-17. Sesuai jadwal, putusan perkara akan dilakukan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 7 Januari 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×