kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejumlah Ekonom hingga Politisi Harapkan Reshuffle Bukan Hanya Wacana


Minggu, 12 Juni 2022 / 13:31 WIB
Sejumlah Ekonom hingga Politisi Harapkan Reshuffle Bukan Hanya Wacana
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas tentang akselerasi program tol laut di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/3/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu reshuffle Kabinet Indonesia Maju hangat dibicarakan di publik. Bhima Yudhistira, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) mengatakan, saat ini memang perlu dilakukan kocok ulang kabinet berkaca pada kondisi perekonomian.

Pertama, Ia menilai mulai adanya koordinasi yang tidak sinkron antar kementerian. Misalnya dalam penanganan minyak goreng yang belum usai dengan gonta ganti kebijakan. Kemudian, persoalan jatah Pertalite dan solar bagi masyarakat tak mampu yang menggunakan aplikasi My Pertamina, padahal pemerintah memiliki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

"Nah ini kan artinya ada ketidakpercayaan sama Kementerian Sosial, masalah data saja belum selesai sampai sekarang," kata Bhima Diskusi Virtual, Sabtu (11/6).

Kedua, perlunya reshuffle berkaca pada tantangan ekonomi sekarang yang semakin kompleks, meski kasus Covid-19 mungkin sudah mulai turun. Kondisi ekonomi saat ini membutuhkan sosok-sosok baru yang kompeten dan kompatibel.

Baca Juga: Kasus Varian Baru Omicron Mendaki, Menko Luhut Beberkan Strategi Menghadapi

Kemudian jelang tahun politik 2024, saat ini suhu politik mulai memanas. Bhima berharap Jokowi mulai melihat bagaimana para menteri bisa membagi waktu antara politik dengan kinerjanya.

"Karena yang di khawatirkan kalau dari persepsi ekonomi adalah menteri yang kemudian terlalu fokus soal elektoral, maka dia enggak akan fokus untuk membagi terhadap kinerja yang memang menjadi PR utamanya," imbuhnya.

Kemudian tantangan berikutnya, usai penugasan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi untuk tangani urusan di kementerian teknis termasuk soal urusan minyak goreng, membuat asumsi di publik bahwa tidak diperlukan terlalu banyak kementerian teknis.

"Publik jadi berpikir, pengusaha juga saya kira banyak yang berpikir jangan-jangan 34 pos kementerian itu terlalu banyak. Satu saja bisa meng-cover banyak sekali isu dan kebijakan ekonomi yang belum selesai," ujar Bhima.

Bhima menambahkan, penunjukan tersebut artinya kemungkinan bukan hanya sekedar reshuffle, tapi juga perlu adanya pembaruan nomenklatur kementerian.

Baca Juga: Menko Polhukam Mahfud MD Apresiasi Kapolri yang Revisi Aturan Sidang Etik Polri

"Jadi kita enggak perlu terlalu banyak, terlalu gemuk, tapi yang penting kinerjanya efektif dan memang bisa membantu Pak Presiden menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi sekarang," ungkapnya.

Politikus PDIP Masinton Pasaribu menilai, reshuffle diharapkan bukan hanya sebatas wacana seperti sebelumnya. Reshuffle sejatinya diperlukan untuk evaluasi atas kinerja dan koordinasi di pemerintahan.

Pun secara politik reshuffle juga sebagai upaya koreksi atas relasi politik yang ada seperti. Pasalnya, kabinet di pemerintahan tak hanya terdiri dari koalisi partai politik (parpol) tapi juga kalangan non parpol.

"Saya lihat memang harus segera dilakukan reshuffle bukan hanya wacana tapi tindakan. Ini untuk tingkat kinerja kabinet ya, harus supaya fokus. Tapi jangan juga menteri yang masuk ga fokus lagi, malah manfaatkan buat kampanye," tegasnya.

Permasalahan minyak goreng yang berlarut, padahal Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar, menjadi dasar dalam melakukan evaluasi kinerja para menteri. Belum lagi persoalan harga pupuk. Keduanya menjadi permasalahan yang menyangkut kebutuhan masyarakat yang perlu diselesaikan.

Saat ini Masinton juga menilai, ada menteri yang kinerjanya mulai tidak fokus. Belum lagi adanya obrolan di masyarakat yang mempertanyakan satu menteri yang terlihat menonjol di setiap persoalan.

"Contohnya sudah gamblang ada menteri yang kebelet nyalon. Dengan gunakan seluruh sumber daya dan sumber dana bahkan kali ya untuk menopang kenarsisannya padahal nggak ada partai politiknya," ungkap Masinton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×