Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
Sementara, relaksasi pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor dan pasal 25, serta relaksasi percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) mestinya juga cukup untuk menopang kinerja industri manufaktur yang tertekan.
Berbagai stimulus fiskal dan nonfiskal tersebut setidaknya dapat menjaga pertumbuhan ekonomi serta mencegah risiko pemutusan hubungan kerja (PKH) karyawan secara massal.
Baca Juga: IHSG menguat 0,24% pada penutupan perdagangan Jumat, ini 10 saham yang dilego asing
Meski Eric mengingatkan, kebijakan stimulus yang dikeluarkan pemerintah ini di sisi lain akan menggerus potensi penerimaan negara, terutama dari sisi perpajakan.
Hal ini pun sejatinya sudah diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri, yang memproyeksi defisit APBN 2020 bisa melebar dari asumsi awal 1,76% terhadap PDB menjadi sekitar 2,5% terhadap PDB.
Untuk itu, Eric menilai pemerintah perlu mempertimbangkan merancang APBN perubahan (APBN-P) untuk tahun 2020. Apalagi, berbagai indikator makroekonomi dalam APBN kini bergerak semakin jauh dari asumsi pemerintah.
Baca Juga: Tak berdaya, rupiah ditutup anjlok 1,73% ke Rp 14.778 per dolar AS
“Tahun ini, APBN-P menjadi urgensi karena adanya wabah Covid-19 dan harga minyak mentah dunia yang juga jatuh,” tandas Eric.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News