Reporter: Ahmad Febrian, Leni Wandira | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, pelaku industri, dan kalangan akademisi sepakat penanganan persoalan Over Dimension Over Loading (ODOL) tidak bisa lagi bersifat parsial. Masalah yang telah lama membebani sektor logistik dan infrastruktur ini harus ditangani secara holistik. Mencakup dimensi keselamatan, efisiensi ekonomi, sosial, dan kesiapan infrastruktur pendukung.
Edi Susilo, Analis Kebijakan Ahli Madya Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan menyebut, pemerintah menyiapkan sembilan rencana aksi strategis untuk menyelesaikan persoalan ODOL secara sistemik.
"Penerapan zero ODOL akan berdampak pada biaya distribusi dan harga barang. Karena itu, perlu ada roadmap komprehensif agar transisi berjalan mulus dan tidak mengganggu rantai pasok nasional,” ujar Edi, belum lama ini.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) juga mendukung penerapan kebijakan zero ODOL. Namun, sebelum sebaiknya perlu revisi aturan tentang Muatan Sumbu Terberat (MST) di Peraturan Pemerintah PP No. 30/2021 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).
Baca Juga: KAI Angkut 27,73 Juta Ton Barang hingga Mei 2025, Siap Sambut Zero ODOL
Ketua Bidang Perdagangan & Promosi GAPKI, Manumpak Manurung mengatakan, tanpa perubahan peraturan tersebut, implementasi kebijakan zero ODOL akan menyebabkan kenaikan harga-harga barang yang sangat tinggi. Perlu jumlah truk logistik lebih dari dua kali lipat yang akhirnya akan berdampak pada inflasi yang tinggi di daerah maupun secara nasional.
"Kami meminta agar pemerintah perlu melakukan evaluasi terlebih dulu apakah infrastruktur jalan kita saat ini memang sudah memadai atau belum,” kata dalam keterangan resmi, Jumat (11/7).
Menurutnya, kondisi jalan yang ada di sentra-sentra sawit saat ini sangat jauh dari harapan. Apalagi lokasinya berada di remote area.
“Jadi, kalau zero ODOL dipaksa untuk diterapkan tanpa merevisi aturan kelas jalannya, bisa dipastikan biaya logistik kita akan semakin mahal. Sudah bisa dipastikan, kita akan kehilangan daya saing dengan pesaing utama kita Malaysia,” ungkapnya.
Tanpa merevisi aturan kelas jalan, akan terjadi penambahan jumlah truk yang membawa sawit-sawit itu dari tempat pengumpulan TBS (Tandan Buah Segar). Tadinya satu truk bisa memuat 8 ton sawit, dengan Zero ODOL, truk-truk itu hanya bisa mengangkut 3 ton saja sesuai dengan kelas jalann
“Akibatnya, truk yang tadinya bermuatan 8 ton harus dipecah ke truk-truk lainnya. Artinya, jumlah truknya akan bertambah dan itu pasti akan menambah ongkosnya menjadi dua atau tiga kali lipat,” tuturnya.
Dia mengutarakan untuk menuju ke sentra -sentra pengumpulan kelapa sawit, jalan yang harus dilalui itu umumnya di bawah kelas 3C atau jalan kecamatan.
“Kami siap berdiskusi lebih lanjut untuk memberikan solusi agar implementasi peraturan Zero ODOL bisa berjalan dengan baik serta tetap mendukung iklim usaha yang baik di dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% di Indonesia,” katanya.
Selanjutnya: Bea Cukai Labuan Bajo Fokus Tindak Rokok Ilegal Meski Anggaran Minim
Menarik Dibaca: Blibli Mulai Buka Pre-Order Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7, Simak Promo Berikut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News