Sumber: Reuters | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah untuk menunda kenaikan pungutan retribusi ekspor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Gapki mengingatkan, kenaikan pungutan ekspor CPO dapat merusak daya saing di tengah ketidakpastian perdagangan global akibat kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik.
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia menaikkan retribusi ekspor CPO menjadi antara 4,75% dan 10% mulai 17 Mei 2025 untuk membantu mendanai mandat pencampuran biodiesel serta program penanaman kembali minyak kelapa sawit. Pungutan ekspor saat ini berada pada 3% hingga 7,5%.
"Situasi penuh ketidakpastian dan merupakan risiko besar untuk meluncurkan kebijakan yang akan berdampak pada daya saing ekspor minyak sawit Indonesia," tulis Gapki dalam surat yang ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seperti dikutip Reuters, Sabtu (17/5).
Baca Juga: Tarif Ekspor CPO Naik Jadi 10%, Analis: Bisa Pangkas Laba Emiten Sawit
Seorang juru bicara dana minyak sawit yang memungut pungutan tersebut mengatakan, permintaan Gapki akan dibahas dalam rapat dengan kementerian pemerintah minggu depan. Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tidak menanggapi permintaan komentar soal permintaan Gapki terebut.
Indonesia, produsen minyak sawit terbesar di dunia, menghadapi usulan tarif AS sebesar 32%, sementara produsen nomor dua Malaysia menghadapi tarif 24%. Tarif tersebut telah ditunda hingga Juli.
"Dikhawatirkan hal ini akan membuat ekspor minyak sawit Indonesia semakin tidak kompetitif dibandingkan dengan Malaysia, terutama untuk pasar AS yang saat ini didominasi oleh Indonesia," sebut Gapki.
Malaysia mengenakan bea keluar antara 3% dan 10%, tergantung pada harga minyak sawit. Untuk bulan Mei, bea keluar telah ditetapkan sebesar 10%.
Sri Mulyani sebelumnya mengatakan bahwa Indonesia akan menyesuaikan pajak ekspor minyak sawit mentahnya untuk mengurangi beban eksportir dari tarif AS. Pajak tersebut terpisah dari pungutan.
Gapki menyebut, meningkatnya ketegangan antara pembeli utama minyak sawit, India dan Pakistan, telah memicu kekhawatiran tentang penurunan permintaan CPO.
"Belum ada gencatan senjata permanen antara India dan Pakistan yang menyebabkan pembeli dari kedua negara menunda pembelian minyak sawit mentah dan turunannya," tambah Gapki dalam surat ke Menteri Keuangan.
Baca Juga: Serikat Petani Kelapa Sawit Sebut Kenaikan Tarif Ekspor CPO Rugikan Petani
Selanjutnya: Harga iPhone 16 Pro & Pro Max Naik, Harga iPhone 15-14-13-12 Mei 2025 Juga Bertambah
Menarik Dibaca: 10 Pantangan Buah untuk Penderita Diabetes yang Sebaiknya Dihindari
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News