kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,97   9,38   1.05%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sebanyak 199 Kota Pesisir di Indonesia Terancam Terkena Banjir Rob pada 2050


Rabu, 16 Maret 2022 / 19:41 WIB
Sebanyak 199 Kota Pesisir di Indonesia Terancam Terkena Banjir Rob pada 2050
ILUSTRASI. Sejumlah anak menggunakan rakit melewati jalan di sekitar rumahnya yang tergenang banjir rob. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/rwa.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 199 kota pesisir di Indonesia terancam kena banjir rob tahunan pada tahun 2050 mendatang. Musibah itu, jika terjadi, diprediksi bakal menyebabkan kerugian hingga mencapai Rp 1.500 triliun lebih.

Prediksi ini berdasarkan pada jurnalisme data Harian Kompas yang disampaikan oleh Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Sutta Dharmasaputra, dalam acara diskusi Kompas Talks bersama Greenpeace bertajuk “Transisi Menuju Ekonomi Hijau: Praktik dan Eksplorasi” yang diselenggarakan pada Rabu siang (16/3).

Sutta mengatakan, Harian Kompas telah melakukan analisis dampak kenaikan air laut menggunakan data simulasi kenaikan air laut di 21 ibu kota provinsi dari sebuah lembaga non profit bernama Climate Central. Dalam analisis ini, data tersebut kemudian dipadukan dengan  analisis spasial, data populasi, kemudian ekonomi, dan kebijakan pemerintah daerah.

“Hasilnya memang mengejutkan. Di luar dari variabel penurunan muka tanah, ternyata efek dari kenaikan air laut saja kalau berdasarkan data analisis kami, ketika kami melakukan jurnalisme data itu, kami menyimpulkan ada sekitar 199 kota pesisir di indonesia yang akan terkena banjir rob di 2050,” tutur Sutta dalam acara (16/3).

Baca Juga: Tak Sanggup Mengatasi Banjir Rob, Bupati Demak Minta Bantuan Pemerintah Pusat

Dengan ancaman banjir rob itu, sejumlah kota-kota besar, menurut analisis Harian Kompas, terancam tergenang banjir rob di tahun 2050. DKI Jakarta misalnya. 

Menurut analisis Harian Kompas, kota yang saat ini menyandang status sebagai Ibu Kota RI itu berpotensi 44,8%  tergenang oleh banjir rob di tahun 2050. Musibah itu, berpotensi menggenangkan sekitar 46,3% populasi di Jakarta.

Contoh kota besar lainnya yakni Banjarmasin. Tidak tanggung-tanggung, sekitar 85,5% daerah di kota yang berlokasi di Kalimantan Selatan itu, menurut analisis Harian Kompas, berpotensi tergenang banjir rob di 2050.

Menurut Sutta, seluruh pemangku kepentingan perlu ‘bergandengan tangan’ untuk mengambil tindakan secara serempak guna mencegah kerusakan iklim. “Kami menyadari belum semua pemangku kepentingan mempunyai concern yang sama. Kalaupun ada yang mempunyai concern yang sama, mungkin masih mempunyai perspektif yang berbeda-beda,” tutur Sutta.

Ekonom Senior dan Tokoh Lingkungan Hidup, Emil Salim mengatakan, perubahan sikap dalam melihat alam sejak Revolusi Industri sejak abad 18 silam membuat mendorong terjadinya kerusakan alam.

“Sejak tahun 1.750 sampai sekarang fokus pada alam berubah, alam tidak lagi menjadi subyek, tetapi menjadi objek dengan tujuan untuk ditundukkan, ditundukan dengan ilmu sains teknologi dan sebagainya,” ujar Emil di acara yang sama.

Cara pandang seperti itu, menurut Emil, berbeda dengan cara manusia melihat alam sebelumnya terjadinya revolusi industri. Di periode tahun 750-an, manusia, kata Emil, melihat alam sebagai subyek yang perlu dipelajari dan dijadikan guru, bukan dilihat sebagai objek untuk ditaklukan.

Menurut Emil, Indonesia perlu kembali kepada cara pandang tersebut untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.

“Di dalam perubahan ekonomi hijau ada 1 basis filosofi religius yang perlu kita kembangkan di tanah air yang sesuai dengan falsafah pancasila, kembali ke sifat fitrah manusia, menghargai alam sebagai ciptaan tuhan ilahi, dan sambil memanfaatkan alam untuk kesejahteraan manusia tanpa merusak, tapi mengikuti ajaran petunjuk, belajar dari alam,” tutur Emil.

Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak mengatakan, Indonesia harus segera merancang peta jalan alias  roadmap ekonomi hijau secara cepat dan konkret serta mengawal transisi energi secepat-cepatnya demi mewujudkan ekonomi hijau dan mencegah kerusakan lingkungan.

Menurutnya, dengan asas desentralisasi yang dianut RI, pemerintah daerah memiliki ruang untuk untuk melakukan langkah-langkah progresif dan inovatif pro iklim, dan pro ekonomi hijau. 

Baca Juga: Banjir Rendam 2.351 Rumah di Banyumas, Sebanyak 620 Jiwa Mengungsi

“Sekalipun pemerintah pusat dalam pandangan kami setengah hati dalam melakukan transisi ini, terbukti misalnya dengan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya relatif pro kepada industri ekstraktif, indonesia yang sangat diverse ini, dan secara nature memang seharusnya terdesentralisasi, itu memberikan ruang kepada pemerintah-pemerintah  daerah untuk melakukan langkah-langkah progresif dan inovatif pro iklim, dan pro ekonomi hijau,” tutur Leonard.

Sejauh ini, sejumlah pemerintah daerah mengklaim sudah merancang kebijakan yang bertujuan pro ekonomi hijau. Bali misalnya. Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan, dirinya menjadikan referensi kearifan lokal tentang cara hidup orang bali di alam semesta dalam membangun ekonomi Bali. 

“Wejangannya adalah dalam bahasa indonesia adalah yaitu cara hidup yang menyatu dengan alam, menjaga kelestarian lingkungan hidup untuk menjaga kelangsungan kehidupan dengan memandang manusia adalah alam itu sendiri,” terang Wayan.

Penerapan ajaran tersebut sudah menjelma jadi sejumlah kebijakan daerah di Bali. Beberapa contoh manifestasi kebijakannya antara lain seperti kebijakan pembangunan pertanina dengan sistem pertanian organik, mengembangkan industri kesehatan herbal tradisional Bali, menerapkan kebijakan energi bersih dari hulu sampai hilir, dan masih banyak lagi.

“Dalam waktu paling lambat 5 tahun Bali mandiri energi dengan energi bersih,” tegas Wayan.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Prima Mayaningtyas mengatakan, Jawa Barat memiliki misi mempercepat pertumbuhan pemerataan pembangunan berbasis  lingkungan dan tata  ruang yang berkelanjutan melalui peningkatan konektivitas wilayah dengan penataan daerah.

Implementasi konkretnya bermacam-macam, ada kebijakan pembangunan rendah karbon, menerapkan kebijakan energi berkelanjutan dengan program co firing batubara, dan masih banyak lagi.

Selain itu, Jawa Barat juga mengawal program pemanfaatan sampah di sejumlah wilayah seperti Bogor, Depok, dan lain-lain sebagai sumber energi. “Ini semua hasil RDF (refuse-derived fuel) (RDF), diambil sama Indocement, dan sebagai bahan bakar alternatif untuk Indocement,” ujar Prima.

Di sisi lain, kalangan perusahaan rintisan atawa startup juga sudah mulai menggarap bisnis hijau. Xurya Daya Indonesia misalnya.  Startup energi terbarukan untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) itu menerapkan Atap itu startup energi terbarukan di Indonesia yang menerapkan metode pembayaran No Investment (tanpa investasi) untuk mendorong pelaku usaha pabrikan beralih ke energi surya.

Nantinya, Xurya Daya Indonesia akan bekerja sama dengan investor dan pemain Engineering-Procurement-Construction (EPC) untuk proses instalasinya.

“Jadi ibaratnya kalau ada bangunan komersial atau industri yang ingin pasang PLTS Atap tapi tidak punya biaya investasi, kita bisa bantu untuk instalasi tanpa biaya investasi di awal. Customer hanya bayar setiap bulannya (kepada Xurya) sesuai dengan pemakaian listrik mereka saja,” terang Managing Director Xurya Daya Indonesia, Eka Himawan kepada Kontan.co.id usai acara Kompas Talks (16/3).

Baca Juga: Mengapa Ibu Kota Negara Pindah ke Penajam Paser Utara? Ini 5 Alasannya

Bisnis hijau juga dilakukan oleh startup Burgreens dan Green Rebel. Sedikit informasi, Burgreens adalah restoran sehat berbasis nabati, sementara Green Rebel adalah sister company Burgreens di bidang teknologi pangan yang membuat daging sapi, ayam, dan keju nabati dari bahan-bahan alami dengan tekstur, rasa, dan aroma yang menyerupai sumber-sumber protein hewani tersebut.

Pihak Green Rebel bekerja sama dengan berbagai brand. Saat ini, produk-produk Green Rebel sudah bisa dijumpai di outlet-outlet Starbucks, Abuba Steak, bahkan IKEA.

Co-Founder & CEO Burgreens dan Green Rebel, Helga menerangkan, pihaknya ingin mengajak para penikmat sayuran dan daging untuk beralih ke protein nabati demi menekan potensi pemanasan global.

“Sumber-sumber nabati yang diolah menjadi food technology menjadi daging itu memerlukan jauh sedikit lahan, jauh lebih sedikit air, dan menghasilkan polusi gas efek rumah kaca jauh lebih sedikit. dan tentunya karena kita hemat lahan kita juga mempromosikan biodiversitas, karena untuk menambahkan produksi protein kita enggak perlu membuka lahan baru dan mengkonversi hutan menjadi lahan peternakan,” terang Helga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×