Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menyampaikan dampak dari virus korona, pelemahan harga minyak, dan kurs rupiah yang melemah menjadi batu sandungan utama penerimaan pajak.
Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengimbau agar pemerintah segera mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) terutama dari revisi penerimaan pajak.
Baca Juga: Penerimaan pajak tertekan pelemahan harga minyak dan kurs rupiah
Proyeksi dari Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo ketiga sentimen tersebut masih akan berlangsung setidaknya sampai kuartal III-2020.
Yustinus mengamati dari realisasi penerimaan pajak dalam dua bulan awal di 2020 saja sudah jauh dari tahun lalu. Artinya besar kemungkinan tidak akan mencapai target penerimaan pajak akhir tahun.
Selain sentimen yang mengganggu penerimaan negara, rangkaian stimulus I-II senilai Rp 33,25 triliun dari pemerintah guna menangkal dampak virus korona terhadap perekonomian juga makin memperlebar defisit APBN.
Alhasil, Yustinus meramal dengan situasi ekonomi saat ini yang terpapar virus korona shortfall pajak 2020 mencapai Rp 334 triliun lebih tebal dari pada realisasi shotfall pajak 2019 sekitar Rp 240 triliun.
Baca Juga: Sri Mulyani: Asumsi makroekonomi APBN 2020 akan alami perubahan signifikan
Angka tersebut setara Rp 1.308 triliun atau hanya 79% dari target penerimaan pajak akhir tahun ini senilai Rp 1.642,6 triliun. Adapun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari-Februari 2020 sebanyak Rp 152,9 triliun.
Angka tersebut kontraksi hingga 4,9% year on year (yoy) bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode sama tahun lalu senilai Rp 160,9 triliun. “Penerimaan pajak tahun ini memang susah banyak tantangan. Apalagi harga komoditas andalan Indonesia seperti batubara dan crude palm oil (CPO) turun,” kata Yustinus kepada Kontan.co.id, Rabu (18/3).