kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Saran Kadin agar insentif perpajakan dalam program PEN bermanfaat bagi dunia usaha


Minggu, 04 Oktober 2020 / 14:36 WIB
Saran Kadin agar insentif perpajakan dalam program PEN bermanfaat bagi dunia usaha
ILUSTRASI. tugas melayani warga yang melakukan pengurusan pajak di kantor Pajak Sudirman, Jakarta, Selasa (25/08).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menyarankan beberapa hal agar insentif perpajakan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dapat benar-benar bermanfaat bagi dunia usaha.

Lebih lanjut, Shinta bilang di akhir tahun buku 2020 nanti apabila perusahaan mengalami lebih bayar pajak penghasilan (PPh), maka lebih baik otoritas pajak memberikan kebijakan khusus dengan mengompensasi ke tahun pajak berikutnya.

Tujuannya, untuk menghindari terlalu banyak energi terkuras untuk pemeriksaan.

Kemudian, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat juga mulai memasukkan relaksasi skema yang memungkinkan waktu angsuran seperti kelonggaran periode pembayaran per beberapa bulan sekali.

Baca Juga: Penyebab rendahnya penyerapan insentif perpajakan

Shinta menegaskan, kunci keberhasilan pemulihan ekonomi bergantung pada konsumsi masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu melakukan pemetaan, barang/jasa tertentu yang sering dan paling banyak dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

“Katakanlah barang yang ada di supermarket, yang bisa diberikan pajak pertambahan nilai (PPN) 0% tapi memang bentuknya merupakan temporary incentive,” kata Shinta kepada Kontan.co.id, Sabtu (3/10).

Shinta menambahkan, di sisi tiga bulan dan tahun depan yang masih dihadapkan pada ketidakpastian, sekiranya pemerintah dapat merespons kebutuhan insentif perpajakan dengan kondisi sektor masing-masing dunia usaha.

“Insentif pajak untuk spesifik sektor usaha seperti otomotif sangat baik. Mungkin bisa juga dilakukan untuk sektor lain seperti mal hotel dan lain-lain,” ujar Shinta.

Baca Juga: Penyerapan anggaran insentif pajak masih minim, ini penyebabnya

Sebagai catatan, berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) realisasi sampai 28 September 2020 sebesar Rp 27,61 triliun. Angka tersebut setara dengan 22,9% dari pagu senilai Rp 120,61 triliun.

Adapun secara rinci realisasi stimulus perpajakan sampai dengan periode akhir bulan lalu itu tersebar dalam beberapa insentif.

Pertama untuk insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah sebesar Rp 1,98 triliun setara 7,6% dari pagu senilai Rp 25,66 triliun. Kedua, pembebasan PPh 22 Impor senilai Rp 6,85 triliun atau sama dengan 46,4% dari total anggaran Rp 14,75 triliun.

Ketiga, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp 9,53 triliun, setara dengan 66% dari total pagu yakni Rp 14,4 triliun.

Baca Juga: Airlangga sebut serapan anggaran PEN sudah capai 45,5%

Keempat, pengembalian pendahuluan atau percepatan restitusi pajak pertambahan nilai Rp 2,44 triliun, sama dengan 42% dari total anggaran Rp 5,8 triliun.

Kelima, penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% senilai Rp 6,82 triliun. Angka tersebut setara dengan 34,1% daritotal insentif program ini senilai Rp 20 triliun.

Selanjutnya: Realisasi penyaluran insentif tenaga kesehatan sudah mencapai 51,4%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×