Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (RUU P2SK) turut memperluas peran dan tujuan Bank Indonesia (BI).
Dalam draft RUU yang telah diharmonisasi pada 1 Oktober 2025, Bank Indonesia bertujuan untuk mencapai stabilitas nilai rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran dan turut menjaga sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berlanjutan.
Kini, DPR menambah Pasal 7 ayat (2) yang mengatur bahwa BI dalam mencapai tujuan tersebut melaksanakan kebijakan dan bauran kebijakan BI yang dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan sektor riil dan penciptaan lapangan kerja.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menilai, penambahan mandat bagi BI di dalam RUU P2SK sebenarnya membawa implikasi strategis sekaligus dilema kelembagaan.
Baca Juga: RUU Perubahan P2SK Diharmonisasi, DPR Tak Lagi Campuri Independensi BI, OJK dan LPS
Sejauh ini BI memiliki mandat utama pada stabilitas moneter, kurs, dan sistem pembayaran. Apabila mandat tersebut diperluas, misalnya ke arah pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, atau bahkan peran-peran sektoral lain, maka akan ada konsekuensi logis berupa potensi konflik tujuan kebijakan.
"BI bisa terjebak dalam situasi di mana stabilitas makro harus dikompromikan demi target-target politik jangka pendek, padahal kredibilitas bank sentral justru ditopang oleh independensi dan konsistensi kebijakan," ujar Rizal kepada Kontan.co.id, Kamis (2/10/2025).
Di sisi lain, penambahan mandat juga bisa dibaca sebagai refleksi politik-ekonomi pasca pandemi dan krisis global. Sejumlah negara cenderung mendorong bank sentral agar lebih aktif mendukung pemulihan.
Namun, kata Rizal, diperlukan kehati-hatian agar jangan sampai mandat tambahan itu justru melemahkan daya tawar teknokratik BI.
Menurutnya, jika ruang gerak BI terlalu banyak diintervensi, risiko moral hazard meningkat, baik di level fiskal maupun sektor keuangan, karena bank sentral akan dipaksa menanggung beban beyond its core mandate.
"Karena itu, menurut saya, dalam pembahasan RUU P2SK sebaiknya ditegaskan batas-batas mandat baru tersebut. Kalau memang harus diperluas, BI perlu diperlengkapi dengan instrumen hukum dan kelembagaan yang memadai agar tidak sekadar jadi alat pelengkap agenda fiskal," katanya.
Baca Juga: DPR Kebut RUU P2SK, Frasa Pemberhentian Pimpinan OJK, LPS, dan BI Direvisi
Ia menyarankan, lebih baik mandat tambahan diarahkan ke fungsi penguatan stabilitas sistem keuangan, pendalaman pasar, dan integrasi digital, yang masih inline dengan core function BI, ketimbang diarahkan pada target-target sektoral yang rawan politisasi.
"Dengan kata lain, usulan saya jangan hanya menambah mandat, tetapi harus perkuat arsitektur tata kelola dan akuntabilitas BI. Indepedensi harus tetap dijaga, namun mekanisme koordinasi lintas-otoritas perlu diperkuat," terang Rizal.
Rizal menambahkan, usulan tersebut perlu dilakukan agar RUU P2SK tidak menggerus kredibilitas bank sentral, termasuk menjaga independensi, sekaligus membuatnya lebih adaptif terhadap dinamika ekonomi global dan domestik.
Selanjutnya: Jadi Tren, Ini 6 Manfaat Olahraga Padel untuk Wanita
Menarik Dibaca: Jadi Tren, Ini 6 Manfaat Olahraga Padel untuk Wanita
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News