Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut pemerintah akan menyiapkan sistem pengaduan konsumen secara online bernama Online Dispute Resolution (ODR). Kebijakan ini rencananya akan diterapkan pada tahun ini.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Moga Simatupang bilang sistem ODR ini nantinya akan diatur dalam UU Konsumen yang saat ini tengah di bahas bersama dengan DPR RI.
"Ini kan mau dimuat nanti di RUU. Kan di Undang-Udang PK yang sekarang belum dicantumkan terkait ODR, penyelesaian sengketa konsumen melalui online belum ada," kata Moga saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/4).
Baca Juga: Data Ekonomi Tak Baik, PDB Indonesia Sulit Tumbuh di Atas 5%
Lebih lanjut, Moga bilang sistem ODR masih di integerasikan dengan Komenterian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Pihaknya berharap melalui sistem baru ini akan lebih memudahkan pelanggan dalam melakukan pengaduan dari rumah. Mengingat, banyak masyarakat daerah yang harus mengeluarkan biaya jika melakukan pengaduan secara langsung seperti yang berlaku saat ini.
"Maksudnya konsumen yang e-commerce, kan banyak konsumen di pelosok-pelosok. Kalau dia lapor ke kabupaten, ke provinsi atau ke Jakarta kan pakai ongkos. Tapi kalau dia langsung ngadu tinggal ngadu apa saja (online)," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid menyebut salah satu tujuan pembahasan RUU Perlindungan Konsumen utnuk mengantisipasi dampak dari kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Baca Juga: Keyakinan Konsumen Turun Tajam, Cermin Daya Beli Melemah dan Susutnya Kelas Menengah
"Ekonomi global tidak baik-baik saja. Ini akibat perang dagang tarif akibat kebijakan Donald Trump yang tentu berdampak kepada ekonomi nasional kita dalam negeri dan juga berdampak pada konsumen,” kata Nurdin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI dengan Kementerian Perdagangan di Kompleks Senayan, Kamis (24/4).
Selain itu, Nurdin melihat masalah perlindungan konsumen di tanah air juga terus berkembang kompleks seiring dengan perkembangan teknologi.
Sementara, UU No 8 Tahun 1999 dianggap belum bisa mengakomodir perkembangan ini utamanya di sektor perdangan elektronik atau e-commerce yang kian menjamur di dalam negeri.
Dia menilai UU yang sudah berumur 25 tahun ini kurang adaptif dalam menyelesaikan sengketa konsumen. Begitu pula dengan peraturan terkait sanksi yang belum tegas, serta aturan lainnya.
"Kemampuannya untuk menjadi solusi masyarakat semakin berkurang, khususnya dalam merespons permasalahan konsumen di sektor e-commerce,“ ungkapnya.
Untuk itu, Komisi VI DPR RI bermaksud untuk merancang UU Perlindungan Konsumen yang baru guna melindungi masyarakat dari ebrbagai ancaman produk dan jasa berbahaya ke depannya.
Di lain sisi, pihaknya menyampaikan bahwa rancangan UU Perlindungan Konsumen juga telah ditetapkan sebagai UU inisiatif DPR dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025.
Kini, Komisi VI DPR RI juga telah membentuk panitia kerja (panja) untuk menyusun draf naskah akademik RUU Perlindungan Konsumen. Adapun poin-poin yang direvisi akan dibahas lebih detil dalam rapat panja dalam waktu dekat.
"Mudah-mudahan bisa cepat menyelesaikan daripada UU Perlindungan Konsumen,” pungkasnya.
Baca Juga: Antisipasi Tarif Trump, DPR Mulai Bahas UU Perlindungan Konsumen
Selanjutnya: 7 Pekerjaan Kelas Menengah yang Bertahan di Tahun 2033 Dibandingkan Pekerjaan Lain
Menarik Dibaca: Produk Baru Somethinc Soroti Tren Kosmetik Hybrid dan Inklusivitas Warna Kulit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News