Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pelemahan rupiah yang berhasil menembus Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat (AS) sekarang ini menjadi momok bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014.
Pagu nilai tukar rupiah sebesar Rp 10.500 dalam APBN 2014 bakal jauh di bawah level rupiah yang terjadi saat ini.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, per 16 Desember 2013 nilai tukar adalah 12.105 per US$ atau terdepresiasi 23,61% secara year to date. Ini yang kemudian dalam outlook terbaru Kemkeu menjadi salah satu pemicu membengkaknya defisit anggaran di tahun ini menjadi 2,41%.
Defisit 2,41% ini setara dengan Rp 225,5 triliun. Sebelumnya, dalam APBN-P 2013 dengan 2,38% tersebut nominal defisitnya mencapai Rp 224,2 triliun.
Untuk tahun depan pun dikhawatirkan akan menjadi pembengkakan serupa. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, setiap pelemahan Rp 1.000 bisa menyebabkan defisit anggaran sebesar Rp 5 triliun. Perhitungan ini berlaku untuk tahun 2014 mendatang ataupun tahun ini.
Ketika ditanyakan apakah dengan peningkatan defisit ini akanĀ menyebabkan target defisit di tahun depan terlampaui, Chatib enggan menjawab. "Saya belum bisa komentar," ujar Chatib, Rabu (18/12).
Sekadar mengingatkan, dalam APBN 2014 defisit anggaran sebesar 1,69% dari PDB.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih menilai, pelemahan rupiah ini yang terjadi sekarang ini akan berpengaruh terhadap APBN 2014. Dia menjelaskan, ketika Agus Martowardojo masih menjabat sebagai Menteri Keuangan, pernah diberikan pemaparan setiap pelemahan 100 rupiah akan memberikan dampak penambahan defisit neto anggaran sebesar Rp 3 triliun. Defisit tersebut berasal dari pembengkakan subsidi bahan bakar minyak (bbm) bersubsidi dan pembayaran bunga utang.
Karena itu, Lana melihat potensi pertambahan defisit ini akan terjadi di 2014. Maka dari itu pentingnya transaksi lindung nilai alias hedging dilakukan di sini. "Apakah hedgingnya dilakukan di harga minyaknya ataukah di rupiahnya," tandas Lana.
Namun, besar juga potensi defisit anggaran tidak akan melampaui target. Hal ini dikarenakan belanja pemerintah terutama belanja modal tidak akan terealisasi secara maksimal akibat adanya pemilihan umum.
Di sisi lain, Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto melihat kurs tahun depan akan berada di kisaran Rp 11.000. Jadi, akan ada tambahan beban subsidi sekitar Rp 500 per liter BBM akibat pelemahan rupiah ini.
Itu sebabnya, Ryan memperkirakan akan ada tambahan subsidi sekitar Rp 30 triliun-Rp 40 triliun di tahun depan. Sehingga, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) di tahun depan harus mengupayakan kurs rupiah menguat dan stabil sesuai asumsi APBN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News