Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Mata uang rupiah terus menghadapi tekanan. Terkait hal ini, pemerintah berpegang pada paket kebijakan baru yang disinyalir dapat memberi kepastian bagi investor.
Paket kebijakan baru itu adalah kebijakan penurunan impor dan peningkatan ekspor yang selama ini didengungkan pemerintah. Kebijakan impornya adalah kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) 22 bagi para importir, yang sebelumnya 2,5% untuk perusahaan dengan ijin Angka Pengenal Importir (API) dinaikkan menjadi 7,5% dari nilai impor.
Sedangkan kebijakan ekspornya adalah kemudahan proses untuk mendapatkan fasilitas kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE). Selama ini, prosedur untuk mendapatkan fasilitas ini terlalu rumit.
Awalnya, kebijakan ini ditargetkan keluar pada November 2013. Namun hingga akhir November kebijakan ini belum juga muncul. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan kebijakan ini akan segera keluar. "Minggu depan saya tinggal cari waktunya kapan," ujarnya, Jumat (29/11).
Selain itu, berita-berita positif dari dalam negeri seperti inflasi yang terkendali dan neraca dagang yang menurun menjadi stimulus yang ditunggu pasar. Chatib memprediksi November 2013 akan terjadi inflasi namun kecil yaitu sekitar 0,1%.
Sehingga, inflasi di akhir tahun tidak akan menembus nominal 9%. Defisit neraca dagang pun diperkirakan akan menurun di mana pada Oktober 2013 akan terjadi defisit sekitar US$ 200 juta. Sebelumnya, pada September terjadi defisit sebesar US$ 657 juta.
Defisit yang menurun ini, dijelaskan Chatib, akibat penyusutan impor migas dan non migas. Sinyal positif ekonomi dalam negeri ini diharapkan dapat mendongkrak nilai tukar rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News