Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI-rate pada 2026 masih terbuka, meski lebih terbatas dari tahun ini.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, penurunan BI rate akan berlanjut pada tahun 2026. Hal ini didukung kondisi inflasi domestik diperkirakan akan tetap berada dalam kisaran target BI sebesar 1,5%–3,5%, meskipun sedikit meningkat dari perkiraan tahun 2025 sekitar 2,3%–2,7%.
“Potensi penurunan suku bunga BI pada tahun 2026 tetap ada, tetapi kekhawatiran stabilitas kemungkinan akan membatasi laju pelonggaran,” tutur Josua dalam keterangannya, Rabu (17/12/2025).
Meski demikian, Josua melihat ruang untuk pelonggaran kemungkinan akan lebih terbatas daripada pada tahun 2025. Sebagaimana diketahui, pada 2025 ini BI melakukan pemangkasan BI-rate sebanyak 125 basis poin (bps) menjadi 4,75%.
Baca Juga: BI Masih Buka Ruang Penurunan Suku Bunga di 2026, Ini Kisi-Kisinya
Sedangkan pada 2026, ia memperkirakan pelonggaran kumulatif BI-rate tidak lebih dari 50 bps, dan bisa lebih rendah jika tekanan stabilitas berlanjut lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.
Josua juga menyoroti beberapa langkah kebijakan yang perlu diperhatikan BI. Diantaranya terkait, kangkah-langkah kebijakan pro-pertumbuhan yang dinilai dapat memperlebar defisit ganda, yaitu defisit transaksi berjalan dan defisit fiskal.
“Sehingga BI perlu mempertahankan sikap hati-hati untuk menjaga stabilitas di tengah ketidakpastian global yang terus-menerus, termasuk ketegangan perdagangan dan perbedaan suku bunga kebijakan global,” ungkapnya.
Josua menambahkan, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dapat melebar karena permintaan impor yang lebih kuat, sementara ekspor tetap berada di bawah tekanan dari perang dagang yang sedang berlangsung. Sementara itu, kebijakan fiskal akomodatif dapat dibatasi oleh kekurangan pendapatan.
Josua juga mengatakan, The Fed kemungkinan tidak akan mengejar siklus pelonggaran yang agresif pada tahun 2026, meskipun pasar tenaga kerja AS secara bertahap melunak. Hal ini membuat ketidakpastian tetap tinggi seputar jalur bunga The Fed di masa depan.
Untuk mempertahankan perbedaan suku bunga positif antara suku bunga BI dan Fed Fund Rate (FFR) serta mendukung arus masuk modal, Josua menilai kapasitas pelonggaran BI akan tetap terbatas. Terutama setelah pemotongan suku bunga yang relatif lebih agresif tahun ini dibandingkan dengan The Fed.
“Bank sentral utama lainnya, seperti BoJ dan ECB, juga masing-masing telah memberikan sinyal kecenderungan yang lebih hawkish dan kurang dovish,” kata Josua.
Baca Juga: Bank Indonesia Pertahankan BI Rate di Level 4,75%
Selanjutnya: Trump Tambah 5 Negara ke Daftar Larangan Masuk AS, Termasuk Palestina dan Suriah
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok (18/12), Provinsi Ini Diguyur Hujan Sangat Deras
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













