Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan mengkaji ulang hubungan bilateral dengan negara yang mendukung tindakan-tindakan diskriminatif yang diusulkan oleh Komisi Eropa terhadap ekspor kelapa sawit asal Indonesia.
“Kami khawatir apabila diskriminasi terhadap kelapa sawit terus berlanjut, akan mempengaruhi hubungan baik Indonesia dan Uni Eropa yang telah terjalin sejak lama. Terlebih saat ini, kita sedang melakukan pembahasan intensif pada perundingan Indonesia-Uni Eropa CEPA (Comprehensif Economic Partnership Agreement),” tegas Menteri koordinator Perekonomian Darmin Nasution dikutip dari laman Setkab.go.id, Jumat (22/3).
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menko Perekonomian Darmin menanggapi dikeluarkannya regulasi turunan (Delegated Act) dari kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi ILUC (Indirect Land Use Change), pada Rabu (13/3) lalu.
Bagi Indonesia, menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat penting, yang tercermin dari nilai kontribusi ekspor Crude Palm Oil (CPO) senilai US$ 17,89 miliar pada tahun 2018.
Industri ini berkontribusi hingga 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto, dan menyerap 19,5 juta tenaga kerja, termasuk 4 juta petani kelapa sawit di dalamnya.
Selain itu, kelapa sawit juga menjadi bagian penting dalam strategi pemenuhan kebutuhan energi nasional menggantikan bahan bakar fosil. Target produksinya mencapai 9,1 juta kl, yang dijalankan melalui program mandatori biodiesel (B-20) sejak tahun 2015.
“Dengan peranan kelapa sawit tersebut, jelaslah bahwa kelapa sawit mempunyai peranan yang penting dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia, yang juga merupakan prioritas pertama dalam pencapaian SDGs 2030,” tegas Darmin.
Menko Perekonomian menggarisbawahi hubungan baik antara Indonesia dan Uni Eropa yang sudah terjalin sejak lama, terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini terefleksi dalam perdagangan dan investasi.
“Presiden juga telah menyatakan keprihatinannya pada hubungan perdagangan dan investasi dengan Uni Eropa jika kebijakan diskriminasi terhadap sawit ini berlanjut,” katanya.
Senada, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan dampak positif dari kelapa sawit terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Tidak hanya itu, ia juga menyoroti komitmen pemerintah terhadap isu lingkungan.
“Jika kita didiskriminasikan begini dan hampir sekitar 20 juta rakyat kita terutama petani kecil ikut terdampak, tentu kita akan bereaksi. Apalagi kita bukan negara miskin, kita negara berkembang dan punya potensi yang bagus. Tidak ada toleransi. Ini untuk kepentingan nasional,” tegas Menko Luhut dalam acara yang dimoderatori oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Abdurrahman Mohammad Fachir ini.
Untuk itu, lanjut Luhut, Pemerintah Indonesia meminta dukungan penuh dari dunia usaha asal Uni Eropa, untuk menyampaikan concern dan keprihatinan Indonesia kepada pemerintahan negara-negara UE melalui investor dari perusahaan negara-negara tersebut, terkait tindakan diskriminasi terhadap kelapa sawit.
“Indonesia pun akan terus berkolaborasi dengan negara-negara produsen kelapa sawit dalam kerangka organisasi CPOPC dan ASEAN. Tidak hanya untuk mempromosikan keberlanjutan kelapa sawit, tetapi juga untuk mendorong posisi bersama melawan aksi diskriminatif Komisi Eropa,” kata Luhut.
Pemerintah pun, jelas Menko Kemaritiman itu, terus bekerja bersama untuk menghentikan proses pengesahan Delegated Act RED II yang secara jelas mendiskriminasi kelapa sawit dari minyak nabati lainnya.
Dengan demikian, kemitraan dan persahabatan Indonesia – UE dapat terjaga, mengingat saat ini justru kedua pihak sedang berusaha memperluas dan meningkatkan hubungan melalui kerja sama Indonesia-Uni Eropa CEPA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News