Reporter: Bambang Rakhmanto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Revitalisasi ladang minyak dengan menerapkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) belum bisa membantu menggenjot produksi minyak sesuai target sebesar 970.000 barel perhari. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan butuh waktu tiga tahun untuk melihat dampak EOR tersebut.
“Kalau melakukan EOR sekarang tidak bisa tiba-tiba hasilnya bisa dilihat segera tapi butuh waktu,” kata Hatta, Jumat (15/4).
EOR adalah istilah umum teknik-teknik dalam meningkatkan jumlah minyak mentah yang dapat diekstraksi dari ladang minyak. Dengan menggunakan EOR, 30-60% atau lebih cadangan minyak asli dapat diekstraksi dibandingkan dengan 20%-40% menggunakan metode produksi primer dan sekunder.
Produksi minyak nasional memang masih jauh dari target. Sepanjang kuartal I tahun ini, lifting minyak yang hilang sebanyak 22.500 barel per hari. Sebagian besar disebabkan oleh penghentian produksi di ladang minyak sebesar 14.800 barel per hari dan sisanya sebesar 7.700 barel per hari diakibatkan oleh cuaca buruk.
Kehilangan produksi ini membuat Indonesia tidak bisa mengecap keuntungan dari harga minyak mentah dunia.
“Jadi saya masih minta kerja kerasa Kementerian ESDM dan BP Migas untuk mencapai target produksi,” kata Hatta.
BP Migas telah lama mendorong kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk melakukan enhance oil recovery (EOR). Teknologi tersebut dinilai dapat meningkatkan produksi minyak. “Dengan EOR, tanpa harus mentake over KKKS lain, untuk Pertamina saja jadi bisa naik produksinya menjadi lebih dari 200.000 barel per hari,” kata kepala BP Migas R. Priyono.
Walaupun demikian, perlu waktu sedikitnya tiga tahun untuk melihat dampak EOR terhadap peningkatan produksi minyak. EOR telah terbukti keberhasilannya dalam menjaga produksi minyak di Lapangan Daqing, China. “Implementasi EOR perlu waktu minimal tiga tahun. Jadi, kalau tahun 2012 diimplementasi, maka baru 2015 produksi bisa naik,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News