Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Restitusi atau pengembalian pajak telah memengaruhi penerimaan negara sepanjang kuartal I-2020. Meski bertujuan untuk menyokong cashflow perusahaan, nampaknya kantor pajak harus menerima konsekuensi dari percepatan restitusi pajak ini.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) realisasi restitusi sepanjang Januari-Maret 2020 sebesar Rp 56,07 triliun. Angka tersebut lebih tinggi 10,8% dibanding pengembalian pajak periode sama tahun lalu senilai Rp 50,6 triliun.
Baca Juga: Jangan cemas, Anda bisa bayar pajak kendaraan lewat online saat PSBB
Rinciannya, pertama, realisasi restitusi dipercepat sebesar Rp 14,9 triliun. Kedua, restitusi normal dari pemeriksaan otoritas pajak senilai Rp 29,48 triliun. Ketiga, restitusi hasil putusan keberatan atau banding sebesar Rp 11,7 triliun.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Kemenkeu Ihsan Priyawibawa mengatakan restitusi pajak tahun ini bakal semakin tebal dibanding tahun lalu. Catatan DJP, sepanjang tahun lalu realisasi dari restitusi pajak sebesar Rp 143,97 triliun, tumbuh 18% dibanding tahun sebelumnya yakni Rp 118,05 triliun.
Ihsan menambahkan, restitusi pajak tahun ini akibat dampak dari corona virus disease 2019 (Covid-19) terhadap kinerja perusahaan. Untuk itu, Kemenkeu menerbitkan Perarturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.
“Dampak stimulus akan lebih terlihat setelah April. Dampak output dan input pajaknya,” kata Ihsan kepada Kontan.co.id, Jumat (17/4).
Baca Juga: Aprisindo sambut stimulus pembebasan PPN bagi perusahaan penerima fasilitas KITE
Salah satu stimulus dalam PMK 23/2020 adalah percepatan restitusi pajak kepada sembilan belas industri sektor pengolahan atau manufaktur. Insenrtif itu berlaku dari April-September 2020. Bahkan, Jumat (17/4) lalu, Kemenkeu menambah 11 sektor usaha penerima manfaat insentif pajak tersebut.
Adapun tambahannyaa adalah sektor pangan peternakan dan perkebunan holtikultura, perdagangan bebas eceran, ketenagalistrikan energi baru terbarukan dan konservasi energi, serta minyak dan gas bumi (migas). Lalu sektor pertambangan, kehutanan, pariwisata, telekomunikasi dan jasa hiburan, konstruksi, logistik, serta transportasi udara.
Baca Juga: Daya tahan APBN diprediksi akan mulai goyah pada April 2020 ini
Setali tiga uang, bertambahnya penerima insentif ini akan membebani anggaran yang telah dialokasikan pemerintah. Dalam paket stimulus jilid II penanggulangan dampak Covid-19 terhadap perekonomian, estimasi Kemenkeu adanya percepatan restitusi pajak hanya membebani penerimaan hanya Rp 1,97 triliun.
Kendati begitu, pemerintah belum menghitung ulang tambahan anggaran percepatan restitusi pajak setelah adanya menambah sektor usaha penerimanya.
Secara umum, realisasi penerimaan pajak kuartal I-2020 terkoreksi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan setoran pajak sepanjang Januari-Maret 2020 sebesar Rp 241,6 triliun kontraksi 2,5% bila dibandingkan realisasi sama tahun lalu senilai Rp 247,7 triliun. Adapun pencapaian Januari-Maret 2020 baru menyumbang 14,7% dari target akhir tahun sebanyak Rp 1.642,6 triliun.
Baca Juga: Pemerintah tambah 11 sektor yang mendapat insentif pajak, simak daftar lengkapnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News