kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rendahnya kehadiran pada sidang paripurna, indikasi buruknya kinerja DPR


Senin, 13 Mei 2019 / 20:27 WIB
Rendahnya kehadiran pada sidang paripurna, indikasi buruknya kinerja DPR


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berkomitmen untuk hadir dalam setiap sidang paripurna.

Direktur Formappi I Made Leo Wiratma mengatakan, dalam masa sidang III DPR mengagendakan enam rapat paripurna (rapur) tetapi yang terlaksana hanya 2 rapat yakni rapat paripurna pembukaan dan penutupan masa sidang.

"Meski hanya dua kali sidang, kehadiran anggota DPR pada rapur - rapur itu tetap tidak menggembirakan," kata Leo di kantor Formappi, Senin (13/5).

Tercatat, pada rapur pembukaan hanya dihadiri 250 orang atau 44,64 % dan pada rapur penutupan hanya dihadiri 223 orang atau 39,82 %.

Sementara pada masa sidang IV hanya terdapat 3 rapat paripurna yaitu rapur pembukaan masa sidang yang dihadiri 281 orang atau 50,18 %, rapur pengesahan hakim Mahkamah Konstitusi yang dihadiri 293 orang atau 52,32 % dan rapur Penutupan Masa Sidang yang dihadiri 299 orang atau 53,39 %.

Berdasarkan data Sekretariat Dewan itu, kehadiran anggota DPR di rapur tidak masalah. Namun kenyataannya, data kehadiran itu termasuk anggota yang izin tetapi dianggap hadir.

Terkait data tersebut, Formappi mempertanyakan mengapa anggota yang izin tidak hadir dimasukkan dalam kelompok yang hadir. Padahal kehadiran yang sesungguhnya adalah kehadiran secara fisik anggota DPR dalam rapur di mana anggota ikut secara aktif dalam bersidang.

Leo menyatakan, menganggap anggota yang izin dan notabene tidak secara fisik dalam rapur merupakan kebohongan atau kehadiran fiktif.

Sebab, anggota dewan yang dianggap hadir itu akan mendapat tunjangan uang sidang. "Dengan demikian telah terjadi pemborosan anggaran negara yang dibiayai rakyat," ucap dia.

Selain itu, kehadiran fiktif anggota DPR menjadikan legalitas rapat paripurna sangat rendah. Misalnya, rapat paripurna pada 19 Maret 2019 yang mengesahkan Hakim Konstitusi.

Dalam daftar hadir yang tidak dipublikasikan, DPR mengklaim terdapat 293 anggota DPR hadir dalam rapat. Namun kenyataannya, hanya terdapat 24 orang yang mengisi bangku ruangan rapat paripurna.

"Bagaimana mungkin rapur pengesahan hakim konstitusi yang begitu penting hanya dihadiri oleh 24 anggota DPR, ini sangat mencederai demokrasi," ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×