Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Beleid yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 18 Oktober ini merupakan perubahan kedua atas PMK 146 Tahun 2017. Sebelumnya, perubahan pertama pada PMK 156 Tahun 2018 dinilai sejumlah pihak membuka celah penghindaran pajak yang berpotensi merugikan penerimaan negara.
Baca Juga: BI proyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,05% tahun ini, berikut tantangannya
Sayangnya, poin penyederhanaan struktur tarif cukai rokok, salah satunya melalui penggabungan rokok mesin Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang per tahun, yang menjadi kunci untuk mengatasi kecurangan yang dilakukan pabrikan rokok besar asing dengan membayar tarif cukai murah, tidak kembali dijalankan.
Padahal, salah satu perintah pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Menteri di Kabinet Indonesia Maju yakni menciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi.
Sebelumnya sejumlah kalangan mengungkapkan fakta bahwa penghapusan penyederhanaan struktur cukai rokok termasuk penghapusan rencana penggabungan batasan produksi rokok mesin SKM dan SPM akan menciptakan persaingan yang tidak sehat antara pabrikan besar dan kecil.
Baca Juga: Golkar tak setuju cukai rokok naik hingga 23% pada tahun depan, kenapa?
Tidak hanya itu, kecurangan pabrikan rokok besar asing menjadi tak terelakkan, pasalnya mereka membayar tarif cukai murah dengan memproduksi rokok di bawah 3 miliar batang per tahun. Akibatnya, potensi penerimaan negara dari cukai rokok tidak akan optimal. Idealnya regulasi cukai rokok dapat menutup celah kebijakan yang merugikan penerimaan negara.