kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

BI proyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,05% tahun ini, berikut tantangannya


Selasa, 29 Oktober 2019 / 13:28 WIB
BI proyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,05% tahun ini, berikut tantangannya
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo didampingi para Deputi Gubernur BI hadir pada jumpa pers pemaparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Kamis (24/10).


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar 5,05%.

"Itu angka perkiraan exact kami. Namun, bila ditambah ada deviasi, bisa saja mencapai 5,06%. Tapi kurang lebih mendekat 5,1%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo pada Selasa (29/10) di Jakarta.

Baca Juga: Rupiah terbakar panasnya perang dagang

Hal itu disebabkan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia yang sedang menghadapi berbagai tantangan yang disebabkan oleh tekanan ekonomi dan keuangan global yang tidak kondusif. 

Perry pun merangkum tantangan yang dihadapi tersebut ke dalam tiga kelompok. Pertama, adanya ketidakpastian global dan penurunan ekonomi global yang diakibatkan oleh perang dagang dan sejumlah risiko yang berasal dari Brexit dan geopolitik.

Konflik-konflik yang terjadi tersebut tidak hanya memperlambat laju ekonomi global, tetapi juga menghambat pertumbuhan perdagangan internasional dan juga menurunkan harga komoditas. Tentunya ini tidak menguntungkan bagi berbagai negara, termasuk Indonesia.

Baca Juga: Investor asing mulai masuk paska film tidak lagi masuk DNI

Kedua, masih adanya volatilitas yang masih tinggi dalam aliran modal asing dan nilai tukar mata uang yang disebabkan oleh banyaknya negara yang melakukan injeksi likuiditas di tengah risiko yang masih tinggi.

"Banyak negara yang kebijakan moneter bani sentralnya dovis. Suku bunganya rendah dan menambah likuiditas. Namun, di saat yang sama, premi risikonya tinggi," tambah Perry.



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×