Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Partai Golongan Karya (Golkar) menyatakan tidak setuju dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok naik 23% dan harga jual eceran (HJE) 35% pada tahun 2020.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dari Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun menyampaikan kebijakan pemerintah dalam menaikkan cukai rokok sangat tidak tepat, terlebih menggunakan alasan tahun ini tidak ada kenaikan CHT.
“Kalau kenaikan begitu tinggi karena dua tahun tidak naik itu tidak elok kemudian Menteri Keuangan (Menkeu) mengatakan itu,” kata Misbakhun kepada Kontan.co.id, Selasa (29/10).
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tersebut membandingkan CHT dengan tarif pajak. Kata Misbakhun kewajiban yang harus dipenuhi oleh warga negara itu tidak mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: Tarif Cukai Rokok Naik Lebih dari Dua Kali Lipat, Gappri Keberatan
“Kalau kemudian cukai tinggi karena tahun lalu tidak naik, lalu tarif pajak kenapa tidak dinaikkan. Sudah puluhan tahun tarif pajak tidak naik,” ujar Misbakhun.
Pemerintah akan memberlakukan tari CHT dan HJE terbaru pada tanggal 1 Januari 2020. Beleid itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 tahun 2019 tentang Cukai Hasil Tembakau.
Golkar menyatakan pihaknya belum bisa menyetujui beleid tersebut. Alasannya sejauh ini belum ada penjabaran dari Kemenkeu mengenai kebijakan tersebut.
Dia yakin pemerintah akan lebih bijaksana, menghitung kenaikan yang seharusnya lebih ideal. “Jadi pasti akan kami pertanyakan. Saya berharap, pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan penetapan kenaikan cukai rokok. Terlebih soal imbal yang terjadi dari langkah pemerintah tersebut,” kata dia.
Misbakhun bilang dirinya akan mempertanyakan kembali kebijakan CHT 2020 pada rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI dalam beberapa waktu mendatang.
Di sisi lain, Sekretaris Asosiasi petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Setiawan mengaku kecewa dengan langkah Kemenkeu. Pasalnya, PMK 152/2019 dinilai seakan-akan petani tembakau merupakan anak kecil yang dialihkan perhatiannya dengan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2019 lalu.
“Kami kecewa dengan Ibu Sri Mulyani. PMK 152/2019 berakibat buruk terhadap kelangsungan petani tembakau,” kata Agus dalam keterangan resminya yang diterima Kontan.co.id, Selasa (29/10).
Baca Juga: Kenaikan cukai rokok memicu protes dari kalangan petani tembakau
Agus menambahkan sekiranya kenaikan tarif CHT seharusnya lebih terjangkau oleh petani dan masyarakat. Kata dia kondisi industri rokok di Indonesia berbeda dengan negara lain, sehingga tidak bisa menjadi perbandingan.
“Kenaikan cukai pada akhirnya petani tembakau yang akan menjadi korban pertama. Karenanya, petani tembakau memohon agar Presiden RI Joko Widodo dan Kemenkeu meninjau ulang kembali PMK 152/2019,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News