Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan perkembangan asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN 2019. Sejumlah asumsi makro tak sesuai dengan perkiraan pemerintah sehingga memengaruhi aspek penerimaan negara sepanjang tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi sampai dengan kuartal ketiga lalu sebesar 5,02%, lebih rendah dari target dalam APBN sebesar 5,3% maupun dari realisasi semester I-2019 yakni 5,06%.
Baca Juga: Tarik kembali dana desa fiktif, Kemenkeu masih konsolidasi data
Begitu juga dengan realisasi inflasi sampai dengan Oktober sebesar 3,13% secara year-on-year (yoy), lebih rendah dari target APBN sebesar 3,5% dan realisasi semester I-2019 sebesar 3,3%.
Sementara, tingkat bunga SPN tiga bulan mengalami kenaikan yaitu 5,66% berdasarkan data pada lelang terakhir 5 November lalu. Bunga SPN lebih tinggi dari target APBN yang sebesar 5,3% namun turun dari tingkat bunga sepanjang semester pertama yang mencapai 5,81%.
“Kita harapkan tren penurunan suku bunga global akan menolong agar suku bunga SPN 3 bulan bisa kembali mendekati asumsi awal karena sekarang posisinya suku bunga SPN lebih tinggi dari asumsi,” tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani, Senin (18/11).
Melesetnya realisasi asumsi makro sangat terlihat pada posisi nilai tukar rupiah. Per 11 November lalu, kurs rupiah berada pada level Rp 14.162 per dollar Amerika Serikat (AS) secara year-to-date (ytd).
Baca Juga: Restitusi pajak hingga Oktober sebesar Rp 133 triliun, ini penjelasan pemerintah
Posisi nilai tukar tersebut jauh di bawah asumsi pemerintah dalam APBN yang sebesar Rp 15.000 per dolar AS, maupun dari realisasi kurs pada semester I-2019 yang sebesar Rp 14.197 per dollar AS.
Begitu juga dengan perkembangan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang per Oktober lalu berada di level US$ 62 per barel. Harga ICP berada jauh di bawah target pemerintah dalam APBN yakni US$ 70 per barel, maupun dari realisasi harga sepanjang semester pertama pada level US$ 63,1 per barel.
Terakhir, lifting minyak dan gas pun masih di bawah asumsi dalam APBN 2019. Secara ytd hingga Agustus lalu, lifting minyak baru mencapai 744.700 barel per hari, sedangkan lifting gas mencapai 1,05 juta barel setara minyak per hari.
Baca Juga: Penerimaan pajak lesu karena restitusi dan penurunan pajak dari tambang
Padahal target lifting minyak dan gas tahun ini masing-masing sebesar 775.000 barel per hari dan 1,25 juta barel setara minyak per hari.
"Kondisi kurs rupiah yang jauh lebih kuat, lifting migas, dan harga minyak yang lebih rendah menjadi salah satu yang memengaruhi penerimaan kita di sektor migas. Realisasi dari penerimaan perpajakan dan PNBP tumbuh jauh lebih rendah dari tahun lalu,” tutur Sri Mulyani.
Penerimaan PPh Migas, misalnya, mengalami kontraksi atau tumbuh -9,3% yoy hingga Oktober lalu. PPh Migas tercatat baru mencapai rp 49,3 triliun dari target tahun ini sebesar Rp 66,2 triliun.
Baca Juga: Penerimaan pajak hanya tumbuh 0,23%, ini penyebabnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News