Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga akhir Juli 2024, rasio utang pemerintah turun menjadi 38,68% terhadap produk domestik bruto (PDB). Posisi tersebut masih di bawah batas aman yakni 60% dari PDB, sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengatakan pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal sehingga APBN dapat dijaga sehat, kredibel, dan berkesinambungan. Upaya mengelola utang Pemerintah yang tetap terkendali mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional selama ini.
"Pembiayaan melalui utang dilakukan Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN ketika pendapatan negara belum sepenuhnya mampu membiayai keseluruhan belanja negara atau ketika dibutuhkan pembiayaan investasi," kata dia dalam keterangan resmi, Jumat (23/8).
Hingga akhir Juli 2024, rasio utang pemerintah turun menjadi 38,68% terhadap PDB. Secara struktur, hingga akhir Juli 2024, profil jatuh tempo utang Pemerintah, rata-rata tertimbang jatuh tempo di delapan tahun.
Baca Juga: Yield SUN Tenor 10 Tahun Diproyeksi Naik di 2025, Tarik Lebih Banyak Investor
Komposisi utang Pemerintah sebagian besar berupa surat berharga negara (SBN) Domestik sebesar 70,49%, SBN Valas sebesar 17,27% dan pinjaman sebesar 12,24%.
Kepemilikan SBN Domestik antara lain oleh Lembaga Keuangan memegang sekitar 39,6%, Bank Indonesia sekitar 24,3%, oleh Asing hanya sekitar 14,0% termasuk kepemilikan oleh Pemerintah dan bank sentral asing, investor individu sekitar 8,7%, serta sisanya dipegang oleh institusi domestik lainnya.
"Pemerintah terus mendorong pasar SBN untuk lebih efisien sehingga meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan," ungkap Ferry.
Menurut IMF, utang Pemerintah diproyeksikan akan menurun secara bertahap menjadi sekitar 38,3% PDB dalam jangka menengah, terutama didorong oleh selisih pertumbuhan suku bunga kumulatif.
Selain itu, S&P Global Ratings juga mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level 'BBB' dengan prospek stabil, mencerminkan keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas fiskal melalui kebijakan yang prudent.
"Pemerintah terus mengupayakan penurunan rasio utang terhadap PDB melalui optimalisasi pendapatan negara yang dilakukan melalui efektivitas reformasi perpajakan, reformasi pengelolaan SDA dan barang milik negara, serta insentif fiskal yang terukur untuk mendorong akselerasi investasi dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan reformasi perpajakan. Dalam RAPBN 2025, pembiayaan utang (netto) direncanakan sebesar Rp775,9 triliun diutamakan untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” jelasnya.
Baca Juga: Naik, Porsi Kepemilikan Asing di SBN Capai 14,4% dari Total SBN
Sementara proyeksi rasio utang terhadap PDB tahun 2025 sebesar 37,82% - 38,71%. Rasio pendapatan negara terhadap PDB dalam RAPBN 2025 juga direncanakan sebesar 12,32% PDB.
Selain itu, Pemerintah terus mendorong pembiayaan anggaran yang inovatif melalui skema KPBU yang sustainable dan lebih massif serta penguatan peran BUMN, BLU, SMV, dan SWF.
"Pemerintah juga terus mendorong penguatan belanja negara yang berkualitas untuk fokus kepada akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di tahun 2025," puncaknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News