Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Rencana pemerintah mengubah skema Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk transaksi emas perhiasan dinilai sebagai langkah strategis untuk menyederhanakan sistem pemungutan sekaligus menekan praktik pelanggaran pajak di sektor ini.
Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat mengatakan wacana kebijakan baru ini muncul sebagai respons atas sejumlah pengaduan mengenai praktik produsen emas yang tidak taat aturan.
Menurutnya, jika skema baru benar-benar diimplementasikan, kebijakan ini justru akan menyederhanakan banyak hal.
Baca Juga: CITA Kritik Rencana Skema Baru PPN Emas: Bisa Bikin Pedagang Gulung Tikar
Pertama, pemerintah berusaha memusatkan beban pungutan PPN di tingkat produsen atau wholesaler, yang jumlahnya lebih sedikit dan lebih mudah diawasi.
Cara ini akan menurunkan jumlah titik pemungutan, meningkatkan transparansi, serta efisiensi audit karena sektor emas tergolong berisiko tinggi.
Kedua, sistem ini menurunkan biaya kepatuhan pedagang kecil dan mengurangi praktik under-reporting di toko ritel karena tidak lagi ada pungutan PPN di tingkat konsumen.
Ketiga, dari sisi toko emas atau ritel, skema PPN baru ini juga diyakini dapat meningkatkan kepercayaan konsumen sekaligus mengurangi praktik potongan harga tidak resmi yang kerap terjadi.
"Jika pemerintah menghapus pungutan PPN di tingkat pembeli (konsumen), maka harga emas di toko akan langsung terlihat lebih sederhana dan transparan, tidak ada lagi embel-embel PPN sekian persen di nota pembelian," ujar Ariawan kepada Kontan.co.id, Minggu (26/10).
Namun, Ariawan mengingatkan bahwa penentuan dasar perhitungan pajak (DPP) harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan distorsi.
Jika perumusan DPP tidak sinkron dengan aturan sebelumnya, bisa muncul dua risiko besar, yakni pajak berganda dan pajak kurang pungut (under-taxation).
Misalnya, sebuah cincin emas dibuat lewat beberapa tahap, dari pabrikan, lalu dikirim ke pengrajin (maklon), kemudian ke toko perhiasan. Jika di setiap tahap dikenakan PPN 3% tanpa aturan yang jelas, maka pajak bisa menumpuk di setiap level, sehingga harga akhir di toko menjadi lebih mahal dari seharusnya.
Kemudian, jika pemerintah menetapkan dasar perhitungannya terlalu kecil atau hanya di satu tahap saja, maka bisa terjadi pemungutan pajak yang kurang dari semestinya, membuat negara kehilangan potensi penerimaan.
"Oleh karena itu, aturan tentang bagaimana cara menentukan nilai jual dan tahap mana yang dikenai PPN harus selaras dan konsisten agar pajak tidak menggumpal di satu titik (produsen) dan tidak hilang di titik lain," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan rencananya untuk mengubah skema PPN terhadap transaksi produk emas perhiasan.
Purbaya berencana langsung mengenakan tarif PPN sebesar 3% di tingkat pabrikan maupun dari pabrikan ke pedagang emas. Sedangkan pungutan yang ditingkat konsumen akan ditiadakan.
Baca Juga: Menteri PKP Minta Pengembang Konstruksi Melantai di Bursa
Selanjutnya: Arsenal vs Crystal Palace, Prediksi, Live Streaming & Jadwal Liga Inggris 2025
Menarik Dibaca: IHSG Diperkirakan Terkoreksi, Ini Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (27/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













