kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.501.000   -95.000   -3,66%
  • USD/IDR 16.785   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.647   2,68   0,03%
  • KOMPAS100 1.194   -2,61   -0,22%
  • LQ45 847   -5,47   -0,64%
  • ISSI 309   -0,04   -0,01%
  • IDX30 437   -2,15   -0,49%
  • IDXHIDIV20 510   -4,16   -0,81%
  • IDX80 133   -0,62   -0,47%
  • IDXV30 139   0,36   0,26%
  • IDXQ30 140   -0,77   -0,54%

Refleksi Akhir Tahun Prasasti–BACenter: Indonesia Perlu Lompatan Besar Peradaban


Selasa, 30 Desember 2025 / 21:55 WIB
Refleksi Akhir Tahun Prasasti–BACenter: Indonesia Perlu Lompatan Besar Peradaban
ILUSTRASI. Burhanuddin Abdullah (DOK/Prasasti Center for Policy Studies)


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) bersama BACenter menggelar forum “Refleksi Akhir Tahun 2025 untuk Membangun Masa Depan” di The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, Senin (29/12/2025).

Forum ini menjadi ruang kontemplasi kebangsaan untuk membaca perjalanan Indonesia sepanjang 2025 sekaligus merumuskan arah masa depan bangsa di tengah tekanan daya saing global.

Kegiatan tersebut menghadirkan pidato refleksi akhir tahun oleh cendekiawan Yudi Latif dengan tema “Rekonstruksi Peradaban Indonesia”.

Baca Juga: Kopdeskel Merah Putih Gandeng Indofarma dan MedQuest untuk Obat Murah

Acara dibuka oleh Burhanuddin Abdullah, Board of Advisors Prasasti sekaligus Ketua Dewan Pembina BACenter, serta dimeriahkan pembacaan “Puisi-puisi untuk Negeri” oleh budayawan Taufiq Ismail.

Forum refleksi ini berlangsung dalam suasana keprihatinan atas bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Prasasti dan BACenter mengapresiasi tingginya partisipasi publik dalam membantu penanganan dan pemulihan pascabencana.

“Kami mengapresiasi semangat gotong royong dan kerja sama masyarakat yang kembali menunjukkan kekuatan sosial bangsa,” ujar Burhanuddin dalam keterangannya.

Ia menegaskan pentingnya tata kelola sumber daya alam yang bijaksana dan berkelanjutan agar pembangunan tidak menimbulkan kerentanan bencana di masa depan.

Dalam pengantarnya, Burhanuddin menekankan bahwa refleksi akhir tahun bukan sekadar ritual, melainkan proses kolektif bangsa untuk menimbang, mengendapkan, dan memahami perjalanan yang telah dilalui di tengah laju perubahan yang semakin cepat.

Menurutnya, capaian pembangunan sepanjang 2025 patut diapresiasi karena melibatkan kolaborasi pemerintah, dunia usaha, BUMN, UMKM, koperasi, dan masyarakat.

Baca Juga: Kuota Impor Gula Ditetapkan Sebesar 3,12 Juta Ton pada 2026, Ini Respons AGI

Program pemenuhan gizi dan penguatan ekonomi desa, misalnya, diharapkan mampu membentuk generasi muda yang lebih sehat, tangkas, dan cerdas dalam jangka menengah hingga panjang.

Namun, Burhanuddin mengingatkan bahwa tantangan ke depan masih besar. Sejumlah indikator menunjukkan posisi Indonesia masih tertinggal dibanding negara tetangga.

Dalam Global Talent Competitiveness Index, peringkat Indonesia turun dari 65 pada 2020 menjadi 73 pada 2024. Sementara Human Capital Index Indonesia baru mencapai 0,56, di bawah Malaysia dan Vietnam.

Artinya, seorang anak Indonesia saat ini hanya berpotensi mencapai sekitar 56% dari produktivitas maksimalnya di masa depan. Dari sisi produktivitas tenaga kerja, Indonesia mencatat sekitar US$28.000 per pekerja, jauh di bawah Singapura yang melampaui US$150.000 dan Malaysia sekitar US$55.000.

Baca Juga: Wamen PKP Sebut Akan Ada Lembaga Khusus yang Urus Percepatan Pembangunan Perumahan

Kesenjangan juga terlihat pada aspek inovasi. Data paten per satu juta penduduk pada periode 2000–2023 menunjukkan Indonesia hanya mencatat 84 paten, dibandingkan Singapura yang mencapai lebih dari 22 ribu dan Korea Selatan lebih dari 93 ribu.

“Ini bukan sekadar kesenjangan, tetapi jurang peradaban,” tegas Burhanuddin. Karena itu, ia menilai Indonesia membutuhkan lompatan besar, bukan sekadar perbaikan bertahap.

Sejalan dengan itu, Yudi Latif menegaskan bahwa demokrasi politik tidak akan bertahan tanpa fondasi ekonomi yang adil dan inklusif.

“Demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi tidak akan bertahan lama. Jika ekonomi bersifat ekstraktif dan hanya dinikmati segelintir orang, kebebasan justru berubah menjadi alat dominasi,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa kemakmuran sejati tidak cukup diukur dari kekayaan sumber daya alam.

“Negara bisa kaya, tetapi makmur berarti karunia itu dinikmati secara luas. Inilah esensi ekonomi Pancasila ekonomi yang kooperatif dan inklusif,” kata Yudi.

Baca Juga: Berkunjung Ke IKN, Gibran Sebut Proyek Pembangunan Tetap Dilanjutkan

Acara refleksi ditutup dengan pembacaan puisi oleh Taufiq Ismail melalui tiga karyanya, yakni Membaca Tanda-Tanda (1982), Kerja Besar dan Berat (2005), serta Kupu-Kupu di Dalam Buku (1996).

Ketiga puisi tersebut merefleksikan krisis ekologis, ketangguhan pascabencana, serta kerinduan akan peradaban berbasis ilmu pengetahuan.

Melalui forum ini, Prasasti Center for Policy Studies dan BACenter berharap refleksi akhir tahun dapat menjadi pijakan intelektual dan moral bagi para pemangku kepentingan dalam menatap masa depan Indonesia, dengan keberanian melakukan lompatan besar, konsistensi arah pembangunan, dan peneguhan nilai-nilai kemanusiaan sebagai fondasi peradaban.

Selanjutnya: Wall Street Melemah, Penurunan Saham Sektor Teknologi Menghentikan Reli

Menarik Dibaca: 5 Kesalahan Pakai Cleansing Balm yang Harus Dihindari, Bikin Komedoan!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×