kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pukat UGM: Sejumlah korporasi berperan besar dalam korupsi KTP elektronik


Minggu, 29 April 2018 / 21:29 WIB
Pukat UGM: Sejumlah korporasi berperan besar dalam korupsi KTP elektronik
ILUSTRASI. Setya Novanto menjadi saksi persidangan e-KTP


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, beberapa korporasi yang disebut di dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) memiliki peran besar dan memang berpotensi dijadikan tersangka korporasi.

"Saya melihat korporasi memiliki peran besar dalam kasus e-KTP. Mereka tidak sekadar menerima manfaat dari tindak pidana korupsi e-KTP, tetapi juga digunakan sebagai sarana untuk melakukan korupsi," katanya saat dihubungi KONTAN, Minggu (29/4).

Oleh karena itu, Zaenur menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang perlu melakukan pengusutan terhadap peran-peran korporasi tersebut. Sekaligus dalam rangka mengembalikan kerugian negara akibat keuntungan yang didapat para korporasi tersebut.

Tindak tanduk beberapa korporasi yang disebut dalam persidangan, lanjut Zaenur, memang telah memenuhi ketentuan Peraturan Mahkamah Agung 13/2016 tentang Tata Cara Penindakan Korupsi Korporasi.

"Atas kondisi seperti itu maka sudah memenuhi rumusan korporasi yang dapat diminta pertanggungjawaban pidana berdasarkan PERMA 13/2016," lanjutnya.

Dalam pasal 4 ayat (2) a, b dan c, ditentukan sebuah korporasi bisa jadi tersangka korupsi atas tiga hal. Pertama, korporasi memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi. Kedua, korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana. Ketiga, korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang bilang, pihaknya juga terus mengembangkan kasus korupsi e-KTP, selepas vonis dijatuhkan terhadap Setya Novanto.

"Belakangan ini selain tindak pidana pencucian uang, KPK juga mengejar pidana korporasi, hanya memerlukan waktu saja," kata Saut saat dihubungi KONTAN, Minggu (30/4).

Sekadar informasi, dari penelusuran KONTAN, ada enam korporasi yang ikut menikmati keuntungan proyek e-KTP. Mereka adalah PT Sandipala Artha Putra yang dapat untung Rp 145,85 miliar, PT Mega Lestari dengan keuntungan Rp 148,86 miliar.

Mega Lestari adalah induk usaha dari Sandipala, sementara Sandipala merupakan perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bersama Perum PNRI, PT Len Industri, PT Quadra Solution dan PT Sucofindo. Konsorsium PNRI merupakan pemenang tender proyek e-KTP.

Sementara keuntungan yang diterima perusahaan lain yaitu PT Quadra Solution sebesar Rp 79 miliar, Perum PNRI mendapat uang Rp 107,71 miliar, Sucofindo senilai Rp 8,32 miliar dan Len Industri sebesar Rp 3,41 miliar. Selain itu, adapula keuntungan yang masuk ke konsorsium PNRI senilai Rp 137,98 miliar.

Nama-nama perusahaan ini telah disebutkan dalam persidangan korupsi e-KTP. Meski demikian Saut enggan menyebutkan, perusahaan mana yang akan dibidik KPK.

"Belum boleh disebut, banyak yang harus dilakukan dulu, sabar saja," imbuh Saut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×