Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Syarif mengatakan KPK masih akan mempelajari putusan yang memperberat tiga terpidana korupsi KTP-El yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemdagri Sugiharto di tingkat kasasi, dan Andi Agustinus di tingkat banding.
"Prinsipnya, kami hormati putusan pengadilan. Namun KPK belum menerima putusan lengkap Kasasi Irman dan Sugiharto. Kalau sudah diputus kasasi tentu artinya sudah berkekuatan hukum tetap. Nanti begitu putusan diterima akan kami pelajari lebih lanjut. Termasuk kaitannya dengan putusan banding untuk Andi ataupun putusan untuk SN nanti," kata Laode saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (20/4).
Vonis untuk Irman dan Sugiharto yang pertama diputuskan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Irman dijatuhi vonis tujuh tahun penjara, dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara. Sementara bagi Sugiharto dijatuhi vonis lima tahun dan denda sebesar Rp 400 juta subsidier enam bulan kurungan.
Setelah vonis, kemudian Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding terhadap Irman dan Sugiharto, sayangnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan hal yang sama.
Vonis keduanya baru berubah menjadi lebih lama di tingkat kasasi. Dimana Majelis Hakim Mahkamah Agung memutuskan keduanya dengan vonis 15 tahun penjara, ditambah denda sebesar Rp 500 juta subsider delapan bulan penjara.
Pun keduanya juga dihukum memberikan uang pengganti, US$ 500.000 dan Rp 1 miliar untuk Irman. US$ 450.000 dan Rp 460 juta untuk Sugiharto, ditambah satu unit mobil senilai Rp 150 juta.
Sedangkan untuk terpidana Andi Agustinus lain ceritanya. Di tingkat bading, vonis buat Andi sudah diperberat. Dalam salinan putusan yang didapat Kontan.co.id, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta memberikan vonis lebih berat kepada Andi pada 3 April 2018. Hukuman Andi menjadi 11 tahun dan denda senilai Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara.
Ditambah pidana tambahan berupa ganti uang senilai US$ 2,5 juta dan Rp 1,186 miliar subsider tiga tahun penjara. Sementara sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, vonis Andi adalah 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Naasnya, ketiganya punya peran penting dalam pengusutan korupsi KTP-El. Sehingga KPK menyematkan status ke mereka sebagai justice collaborator (JC).
Laode juga mengatakan, pada dasarnya status sebagai JC sejatinya dapat jadi pertimbangan mengurangi masa hukuman.
"Terkait dengan posisi sebagai JC, yang kami pahami dan harapkan, semua pihak memiliki pemahaman yang sama bahwa ketika seseorang menjadi JC dan sudah membuka peran pihak lain secara signifikan, maka fasilitas keringanan tuntutan, hukuman dan hak narapidana tertentu dapat diberikan," jelas Laode.
Laode menambahkan ketiganya jadi JC lantaran punya kontribusi besar mengungkap pelaku lain yang lebih besar dalam korupsi KTP-El. "Kemauan para terdakwa untuk membuka fakta-fakta dalam sidang sangat membantu penanganan perkara ini," sambungnya.
Sementara Samsul Huda, kuasa hukum Andi Agustinus turut kecewa atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang memperberat vonis Andi. Ia juga mengaku telah mengajukan kasasi terkait putusan tersebut.
Meski demikian, kata Samsul, Andi tak menyesal menjadi justice collaborator, terlebih dalam membuka perkara dengan benderang.
"Andi sama sekali tidak menyesal. Karena yang bersangkutan sudah komit untuk membantu KPK membuka perkara ini dengan terang. Kita berharap Majelis Kasasi nanti akan mengkoreksi dan membatalkan putusan banding tersebut. Dan kembali ke putusan sebelumnya," kata Samsul saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (20/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News