kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.959.000   16.000   0,82%
  • USD/IDR 16.293   -10,00   -0,06%
  • IDX 7.549   58,54   0,78%
  • KOMPAS100 1.074   11,78   1,11%
  • LQ45 797   1,67   0,21%
  • ISSI 255   1,37   0,54%
  • IDX30 411   0,99   0,24%
  • IDXHIDIV20 469   -0,57   -0,12%
  • IDX80 120   0,13   0,11%
  • IDXV30 124   -0,14   -0,11%
  • IDXQ30 131   -0,05   -0,04%

Program PEN Covid-19 Bebani APBN, Ini Penjelasan Ekonom Indef


Minggu, 16 April 2023 / 23:30 WIB
Program PEN Covid-19 Bebani APBN, Ini Penjelasan Ekonom Indef
ILUSTRASI. Wakil Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto. Ada Pilkada, belum tentu ekonomi 2018 terakselerasi (18/10/2017). Foto: KONTAN/Adinda Mustami


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menghentikan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Covid-19 untuk tahun ini. Imbasnya, pemberian insentif menjadi berkurang.

Terkait hal itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menganggap, program PEN Covid-19 tak seharusnya diterapkan kembali.

Dia pun tak memungkiri pengaruh insentif yang terdapat dalam program tersebut cukup besar untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Sebab, diberikan saat pandemi Covid-19 melanda yang mana pendapatan rata-rata masyarakat turun.

Baca Juga: Meski Program PEN Covid-19 Dihapus, APPBI Harap Daya Beli Masyarakat Tak Terganggu

Menurut Eko, salah satu pertimbangan program PEN Covid-19 dihapus, yakni seiring perekonomian Indonesia yang sudah pulih dan kembali ke pertumbuhan sebesar 5%.

"Kalau terus-menerus diberikan insentif, beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan berat. Imbasnya, banyak pembangunan produktif, seperti pembuatan jalan hingga pendidikan akan tertunda karena alokasi tersedot ke insentif daya beli," ucap dia kepada Kontan.co.id, Minggu (16/4).

Sementara itu, Eko mengimbau agar insentif yang sifatnya menyasar kelas menengah perlu dibatasi. Sebab, tak sesuai target karena yang seharusnya dibantu oleh negara adalah masyarakat kalangan bawah.

"Daya beli mereka atau kelas menengah itu ada. Buktinya, tabungan mereka tumbuh 8%, tetapi saat ini memang mereka lebih selektif dan irit dalam belanja barang-barang sekunder dan tersier," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×