kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -8.000   -0,42%
  • USD/IDR 16.769   31,00   0,18%
  • IDX 6.347   84,32   1,35%
  • KOMPAS100 910   14,90   1,66%
  • LQ45 713   6,46   0,91%
  • ISSI 199   4,97   2,56%
  • IDX30 375   2,50   0,67%
  • IDXHIDIV20 453   3,02   0,67%
  • IDX80 103   1,77   1,74%
  • IDXV30 110   3,81   3,58%
  • IDXQ30 123   0,50   0,41%

Presiden Prabowo Berencana Hapus Kuota Impor, Ketua Banggar Buka Suara


Rabu, 09 April 2025 / 12:39 WIB
Presiden Prabowo Berencana Hapus Kuota Impor, Ketua Banggar Buka Suara
ILUSTRASI. Ketua Bangar DPR sebut sudah banyak kasus hukum yang bermula dari penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan kebijakan kuota impor.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menghapus sistem kuota impor sebagai salah satu upaya untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan mempermudah masuknya barang, khususnya yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Said Abdullah, mengungkapkan bahwa hingga saat ini sudah banyak kasus hukum yang bermula dari penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan kebijakan kuota impor.

Menurut Said, sistem kuota kerap menjadi ajang 'berburu rente' antara pemilik otoritas dan pengusaha kroninya. Beberapa kasus yang mencuat antara lain, kuota impor beras pada 2007, kuota impor daging sapi pada 2013, kuota impor gula kristal pada 2015, dan kuota impor bawang putih pada 2019.

“Munculnya sederet kasus tersebut mendorong kami di Badan Anggaran DPR, pada 21 Februari 2020, untuk meminta pemerintah mengganti kebijakan impor berbasis kuota menjadi berbasis tarif,” ujar Said dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/4).

Baca Juga: Pemerintah Berencana Bangun 2.000 Rumah Subsidi Buat Ojol

Ia menambahkan, mengingat pentingnya perubahan tersebut, pihaknya kembali mendorong pemerintah pada 17 Maret 2024 untuk mengubah sistem kuota menjadi kebijakan tarif.

Dengan menerapkan kebijakan tarif, pemerintah tidak hanya mendapatkan barang impor yang lebih adil dan kompetitif, tetapi juga berpeluang meningkatkan penerimaan negara, terutama dari bea masuk. Namun demikian, untuk barang-barang kebutuhan pokok yang menyangkut hajat hidup orang banyak, Said menyarankan agar tetap diberikan pembebasan tarif.

Lebih lanjut, Said menjelaskan bahwa kebijakan menghapus kuota impor ini akan memberikan angin segar bagi pelaku usaha, terutama setelah maraknya kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap banyak negara.

Ia menilai, momentum ini bisa dimanfaatkan untuk melakukan reformasi menyeluruh atas kebijakan perdagangan internasional Indonesia.

Menanggapi rencana tersebut, Said menyampaikan beberapa saran sebagai berikut.

pertama, secara makro, kebijakan impor harus mempertimbangkan keseimbangan perdagangan (trade balance), agar neraca perdagangan tetap surplus.

“Langkah ini juga penting untuk menjaga cadangan devisa. Kebijakan tarif yang diterapkan Presiden Trump salah satunya bertujuan menjaga agar neraca perdagangan mereka tidak terus mengalami defisit,” jelasnya.

kedua, kebijakan impor harus diposisikan sebagai solusi sementara untuk memenuhi kebutuhan atas barang yang belum tersedia di dalam negeri.

Ke depannya, Said menilai Indonesia mampu memenuhi kebutuhan tersebut melalui produksi dalam negeri, sehingga secara strategis bisa menjadi negara yang relatif mandiri, setidaknya di sektor primer seperti pangan dan energi.

ketiga, kebijakan impor perlu diselaraskan dengan arah kebijakan lain untuk memperkuat industri nasional, terutama dengan meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

“Kita harus belajar dari melemahnya industri tekstil nasional akibat banjir produk impor. Hal seperti ini jangan sampai terulang di sektor-sektor lainnya,” tegasnya.

keempat, pemerintah dan pelaku usaha perlu memperluas mitra dagang dan tidak bergantung pada satu negara saja dalam pemenuhan kebutuhan impor, mengingat semakin kompleksnya rantai pasok barang dan jasa. Diversifikasi negara asal impor akan mengurangi ketergantungan dan meningkatkan ketahanan ekonomi.

kelima, deregulasi kebijakan impor, terutama untuk sektor pangan dan energi, diharapkan bisa mempermudah akses masyarakat terhadap komoditas tersebut dengan harga yang lebih terjangkau. Dengan begitu, barang impor yang termasuk kategori public good tidak menjadi beban ekonomi bagi rakyat maupun fiskal pemerintah.

keenam, Indonesia telah meratifikasi perjanjian Free Trade Agreement (FTA) dengan setidaknya 18 negara melalui berbagai skema—baik bilateral, regional, maupun multilateral. Skema FTA ini harus dimanfaatkan untuk meningkatkan Revealed Comparative Advantage (RCA) produk-produk Indonesia, sehingga bisa mendorong skala ekonomi nasional ke tingkat yang lebih tinggi.

"Demikian kiranya dapat menjadi pertimbangan," pungkasnya.

Baca Juga: IHSG Berbalik Melemah ke 5.976,4 di Sesi Pertama, Saham ANTM Melonjak 11%

Selanjutnya: Amankah Konsumsi Timun untuk Asam Urat? Jawabannya Ada di Sini

Menarik Dibaca: Amankah Konsumsi Timun untuk Asam Urat? Jawabannya Ada di Sini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×