Reporter: Adi Wikanto, Lailatul Anisah | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk memproses bupati yang pergi saat ada bencana banjir di wilayahnya. Apakah Presiden dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bisa memecat kepala daerah? Simak syarat pemecatan atau pemberhentian kepala daerah.
Pernyataan Prabowo ini menyinggung Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS yang pergi umrah tanpa izin dari Gubernur ataupun Mendagri saat bencana darurat di Aceh.
"Kalau yang mau lari, lari saja enggak apa-apa. Dicopot Mendagri bisa ya, diproses," kata Prabowo saat memimpin Rapat Terbatas dipantau melalui Siaran Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (7/12/2025).
Prabowo mengibaratkan hal ini sama dengan desersi jika di dunia militer, yakni dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah.
Baca Juga: Prabowo Restui Bantuan Rp 60 Juta per Rumah untuk Masyarakat Terdampak Banjir Sumatra
Prabowo pun berkelakar tak ingin menanyakan bupati ini dari partai mana. Namun, Prabowo pastikan Bupati ini akan dipecat. "Waduh, itu tidak bisa. Saya tidak mau tanya partai mana, sudah kau pecat?," urai Prabowo.
Umrah tanpa izin
Sebelumnya, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS menjadi sorotan usai melaksanakan ibadah umrah saat bencana banjir dan longsor yang menerjang 11 kecamatan di wilayahnya. Mirwan MS sudah menerbitkan surat ketidaksanggupan dalam penanganan tanggap darurat banjir dan longsor.
Surat itu diterbitkan Mirwan pada 27 November bernomor 360/1315/2025. Kemudian pada 2 Desember, Mirwan justru pergi umrah memboyong keluarganya di tengah masih adanya warga di kawasan Trumon mengungsi di tenda pengungsian.
Gubernur Aceh Selatan Muzakir Manaf alias Mualem mengklaim sudah menolak dan tidak mengabulkan permohonan izin Mirwan untuk menunaikan umrah saat banjir.
Surat izin permohonan perjalanan ke luar negeri itu disampaikan Bupati Aceh Selatan ke Mualem pada 24 November 2025. Namun, dia tak mengabulkan karena saat itu Aceh sedang dilanda bencana alam hidrometeorologi.
Baca Juga: Prabowo Suntik Rp 4 Miliar Per Kabupaten/Kota yang Terdampak Banjir di Aceh & Sumatra
"Gubernur telah menyampaikan balasan tertulis permohonan tersebut tidak dapat dikabulkan atau ditolak," kata Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, Jumat (5/12/2025).
Mualem menilai Kabupaten Aceh Selatan salah satu daerah yang terdampak parah akibat bencana banjir dan longsor. Bupati sendiri telah menetapkan status tanggap darurat penanganan bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Aceh Selatan.
Partai Gerindra sudah resmi memecat Mirwan sebagai kader usai pergi umrah bersama keluarga saat rakyatnya tertimpa musibah banjir dan longsor.
"Sangat disayangkan sikap dan kepemimpinan yang bersangkutan, oleh karena itu DPP Gerindra memutuskan untuk memberhentikan yang bersangkutan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan," kata Sekjen Partai Gerindra Sugiono, Jumat (5/12/2025).
Tonton: Prabowo Minta Mendagri Proses Bupati Aceh Selatan: Dalam Militer Itu Desersi
Syarat pemecatan kepala daerah
Kepala daerah, yaitu gubernur, bupati, dan wali kota, merupakan pejabat publik yang dipilih melalui proses demokratis untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam menjalankan tugasnya, kepala daerah harus mematuhi peraturan perundang-undangan, menjaga integritas, dan memenuhi kewajiban sebagai kepala pemerintahan di daerah. Namun, terdapat kondisi di mana kepala daerah dapat diberhentikan dari jabatannya sesuai mekanisme hukum.
Ketentuan mengenai pemberhentian kepala daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang memuat syarat, alasan, dan prosedur pemberhentian.
Pengaturan mengenai syarat dan ketentuan pemberhentian kepala daerah terutama terdapat pada: Pasal 67, Pasal 76, Pasal 81–85, dan Pasal 83–84 UU No. 23 Tahun 2014
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, kepala daerah dapat diberhentikan dari jabatannya jika:
1. Melanggar sumpah atau janji jabatan
Kepala daerah dapat diberhentikan apabila terbukti melanggar sumpah/janji jabatan yang diucapkan saat pelantikan. Hal ini menjadi dasar moral dan hukum untuk menilai integritas pejabat publik (Pasal 81 ayat (1)).
2. Tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah
Apabila kepala daerah tidak menjalankan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Pasal 67, termasuk kewajiban menjaga persatuan dan memberikan pelayanan publik, maka DPRD dapat mengusulkan pemberhentian (Pasal 81 ayat (1)).
3. Melanggar larangan jabatan
Kepala daerah dapat diberhentikan karena melanggar larangan yang tercantum dalam Pasal 76, misalnya menyalahgunakan wewenang, merangkap jabatan, menjadi pengurus perusahaan, melakukan perjalanan tanpa izin, atau meninggalkan tugas tanpa alasan yang sah (Pasal 81 ayat (1)).
4. Melakukan perbuatan tercela
Perbuatan yang dinilai mencoreng martabat jabatan atau moral pejabat publik dapat menjadi alasan pemberhentian (Pasal 81 ayat (1) huruf d).
5. Menggunakan dokumen palsu saat pencalonan
Apabila terbukti menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu saat mencalonkan diri, kepala daerah dapat diberhentikan berdasarkan hasil penyelidikan DPRD atau Pemerintah Pusat (Pasal 82).
6. Terlibat tindak pidana
Sanksi pidana menjadi syarat pemberhentian, dengan ketentuan:
Diberhentikan sementara bila menjadi terdakwa tindak pidana dengan ancaman minimal 5 tahun, tindak pidana korupsi, terorisme, makar, kejahatan negara, atau perbuatan yang mengancam NKRI (Pasal 83 ayat (1))
Diberhentikan tetap jika dinyatakan bersalah dengan putusan berkekuatan hukum tetap (Pasal 83 ayat (4))
7. Tidak melaksanakan program strategis nasional
Kepala daerah dapat diberhentikan setelah mendapat dua kali teguran tertulis dan pemberhentian sementara selama tiga bulan (Pasal 78 jo Pasal 18 ayat (3)).
8. Krisis kepercayaan publik
Jika terjadi kasus yang menyebabkan hilangnya kepercayaan publik secara luas, DPRD dapat menggunakan hak interpelasi dan hak angket untuk menindaklanjuti (Pasal 85).
Baca Juga: BI: Kewajiban Neto Investasi Internasional Jadi US$ 262,9 Miliar Per Kuartal III 2025
Mekanisme Pemberhentian
Pemberhentian kepala daerah dilakukan melalui beberapa tahapan:
- Usul pemberhentian oleh DPRD melalui keputusan rapat paripurna dan diteruskan kepada Presiden atau Menteri (Pasal 79–80).
- Pemeriksaan dan penilaian oleh Mahkamah Agung dalam kasus pelanggaran tertentu (Pasal 81 ayat (3)).
- Keputusan pemberhentian oleh Presiden untuk gubernur dan Menteri untuk bupati/wali kota (Pasal 81 ayat (4) dan Pasal 83 ayat (5)).
- Rehabilitasi dan pengaktifan kembali apabila kemudian dinyatakan tidak bersalah (Pasal 84).
Aset Anak Usaha BRI Tembus Rp 244,5 Triliun, Laba Naik 27,6 Persen
Selanjutnya: Astra International (ASII) Genjot Penjualan Lewat Pameran Otomotif
Menarik Dibaca: Katalog Promo Alfamidi Hemat Satu Pekan 8-14 Desember 2025, Khong Guan Harga Spesial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













