kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Prabowo Fokus Kejar Pengemplang Pajak untuk Kerek Penerimaan, Begini Tanggapan Ekonom


Kamis, 10 Oktober 2024 / 15:12 WIB
Prabowo Fokus Kejar Pengemplang Pajak untuk Kerek Penerimaan, Begini Tanggapan Ekonom
ILUSTRASI. Peraturan Pajak: Suasana pelayanan di Kantor Pajak Jakarta Pesanggrahan, Jumat (29/12/2023). Prabowo Subianto akan mengejar ratusan pengemplang pajak, yang telah membuat negara kehilangan potensi penerimaan negara.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mengejar ratusan pengemplang pajak, yang telah membuat negara kehilangan potensi penerimaan sebesar Rp 300 triliun.  

Prabowo disebut telah memegang data 300 pengusaha yang rata-rata bergerak di sektor perkebunan sawit, dan terindikasi tidak membayar pajak sebagaimana mestinya.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky menilai, upaya untuk mengejar pengemplang pajak tersebut akan sulit untuk dilakukan dengan maksimal dalam satu hingga dua tahun pertama pemerintahan Prabowo.

“Perlu rekonstruksi dalam semua aspek, dan jangan lupa wajib pajak besar itu tak sepenuhnya pengemplang dalam artian melanggar hukum. Sebagian mereka menghindari pajak dengan cara legal,” tutur Awalil kepada Kontan, Kamis (10/10).

Baca Juga: Siasat Pemerintahan Prabowo, Penuhi Belanja Lewat Pembentukan Badan Penerimaan Negara

Ia juga membeberkan, ada banyak pengusaha sawit dalam negeri yang bekerja sama dengan pengusaha asing. Ia menduga, para pengusaha sawit tersebut terindikasi memiliki koneksi besar untuk menghindari pajak secara legal.

Awalil berpendapat, untuk mengejar pengemplang pajak dari pengusaha sawit tersebut, diperlukan  pendekatan yang terukur, terkoordinasi, dan konsisten. Dalam hal ini, aspek kepastian hukum perlu diterapkan dalam menghadapi persoalan ini.

Adapun Ia menambahkan, sebenarnya pada pada 2017 dan 2018 pemerintah sudah menerapkan kebijakan tax amnesty, yakni kebijakan pengampunan pajak. Tujuan adanya kebijakan tax amnesty, sebagai bentuk pengawasan dan transparansi, agar wajib pajak patuh dengan pajak.

Meski begitu, Awalil menilai hasil dari penerapan tax amnesty  tidak memuaskan, dan pemerintah hanya memperoleh tambahan denda pajak, namun gagal memprofiling apalagi menindaklanjuti datanya.

Baca Juga: Diskon PPN 100% untuk Pembelian Rumah Diperpanjang, Kemenkeu: Untuk Jaga Ekonomi

Nah, untuk mengejar pengemplang pajak dan potensi kehilangan penerimaan Rp 300 triliun tersebut, Awalil berpendapat pemerintahan Prabowo bisa memberikan insentif pada tax amnesty dahulu gagal, kemudian melakukan strategi pendekatan yang tepat kepada para pengemplang tersebut.

“Apakah dengan penegakan hukum yang lebih tegas? Apakah instrumen aturannya, kesiapan aparat fiskus, dan aparat hukumnya sudah tersedia memadai? Saya kira berat untuk tahun pertama atau kedua pemerintahan Prabowo, jika upayanya fokus mengejar pengemplang pajak begitu saja. Perlu rekonstruksi dalam semua aspek,” tandasnya.

Sebelumnya, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo menyampaikan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% dalam masa jabatan pemerintahan baru tentunya memerlukan anggaran yang tidak sedikit.

Bahkan diperlukan modal awal pada 2025 pertumbuhan ekonomi 5,8% hingga 5,9% dengan estimasi kebutuhan anggaran Rp 3.900 triliun.

Sementara itu, anggaran belanja dalam APBN 2025 hanya ditargetkan sebesar Rp 3.613 triliun, dengan target pertumbuhan ekonomi 5,2%.

Baca Juga: Rugikan Negara Ratusan Juta, Ditjen Pajak Serahkan Tersangka ARS ke Kejati Sumsel

Jadi ada (belanja negara) kurang Rp 300 triliun. Dan kebetulan itu kita juga menemukan ada pajak-pajak yang tidak terkumpulkan dan ada sumber-sumber yang belum tergali. Jadi yang tadi saya bilang uncollected itu tidak terkumpulkan terus kemudian untapped itu yang belum tergali,” tutur Drajad kepada awak media, Rabu (9/10).

Nah, untuk memenuhi belanja negara Rp 3.900 tersebut, pemerintahan Prabowo akan menagih dari pajak-pajak yang belum dibayarkan.

Bahkan, Drajad menyebut, potensi penerimaan yang tidak terkumpul sebenarnya lebih dari Rp 300 triliun. “Bahkan saya sebenarnya ingin mengatakan jumlahnya sebenarnya lebih besar dari itu, lebih besar,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×