Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto memberikan sinyal Indonesia bakal melakukan ekspor beras. Presiden pun mengklaim bahwa sejumlah negara telah meminta dikirim beras hasil produksi Indonesia.
Merespons hal ini, Ekonom Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai saat ini Indonesia masih belum siap melakukan ekspor beras bahkan memiliki risiko tinggi jika kebijakan ini dilakukan.
"Situasinya masih amat riskan kalau Indonesia ekspor ke Malaysia atau negara lain," kata Khudori pada Kontan.co.id, Senin (28/4).
Baca Juga: Mentan Tegaskan Belum Ada Rencana Ekspor Beras, Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas
Khudori menjelaskan dalam 3 sampai 4 bulan ini produksi beras dalam negeri memang surplus atau kelebihan pasokan. Tapi surplus itu terjadi karena Maret-April adalah panen raya.
Namun dirinya memproyeksi pada bulan Agustus dan seterusnya produksi akan melandai. Bahkan 2 bulan sampai 3 bulan terakhir sebelum tahun berganti produksi semakin turun karena memasuki periode paceklik.
Dia menegaskan, kelebihan pasokan yang ada saat ini penting untuk menutup kebutuhan pada saat produksi rendah di akhir tahun.
Selain itu, untuk melihat data stok berlimpahnya beras harus dihitung dalam satu tahun penuh. "Tidak bisa parsial hanya di musim panen raya, yang biasanya terjadi di Februari-Mei dengan porsi produksi 60%-65% dari produksi setahun," katanya.
Baca Juga: Pemerintah Disarankan Tahan Ekspor Beras, Prioritaskan Kebutuhan Dalam Negeri
Khudori melanjutkan, produksi tahun ini diperkirakan lebih baik dari tahun lalu. Mengingat kondisi cuaca dan iklim sudah membaik daripada tahun sebelumnya yang terdampak El-Nino atau cuaca kerng ekstrem.
Namun, ia pesimistis produksi beras Indonesia dapat mencapai 33,94 juta ton seperti tahun 2018 terulang kembali. Khudori memperkirakan produksi di tahun ini hanya mencapai 32 juta ton beras.
Di lain sisi, ia juga menilai ekspor beras akan sulit dilakukan, mengingat harga beras di Indonesia jauh lebih mahal dari harga beras dunia.
"Saat ini harga beras di Indonesia sekitar 1,5 kali lebih mahal dari harga beras di pasar dunia. Sudah berpuluh-puluh tahun harga beras Indonesia tidak pernah lebih murah dari harga di pasar dunia," ungkapnya.
Selain itu, dari sisi kualitas, beras yang diproduksi Perum Bulog merupakan beras kualitas medium. Sementara, pasar global tidak mengenal kualitas beras medium.
"Ada beras premium, yaitu sisa impor tahun lalu. Apakah ini yg akan diekspor sehingga Indonesia dapat predikat eksportir?," pungkasnya.
Baca Juga: Pengamat Pertanian Sebut Situasi Masih Amat Riskan bagi Indonesia untuk Ekspor
Sebelumnya, Mentan Amran mengungkap rencana Malaysia untuk mengimpor beras dari Indonesia, lantaran stok yang kurang hingga tingginya harga beras di negara tersebut.
"Soal pertemuan dengan Malaysia menarik, tadi menanyakan apa bisa kami [Malaysia] impor beras dari Indonesia?” kata Amran dalam konferensi pers di Kantor Kementan, Selasa (22/4).
Menanggapi permintaan tersebut, Amran menyebut bahwa Indonesia untuk sementara waktu belum bisa mengekspor beras. Pasalnya, Indonesia saat ini fokus menjaga stok beras dalam negeri.
"Saya katakan untuk sementara kami menjaga stok dulu. Kita lihat iklim, jangan sampai tidak bersahabat,” ujarnya.
Baca Juga: Ekspor Beras Thailand Terancam! Kebijakan Trump Picu Kegelisahan
Sementara itu, Amran memperkirakan stok beras dalam negeri dapat mencapai 4 juta ton pada Mei 2025. Amran mengatakan, perkiraan tersebut datang dari stok beras yang ada saat ini, yang telah mencapai sekitar 3,3 juta ton dan juga perkiraan stok pada awal Mei 2025 sekitar 3,5 juta ton - 3,7 juta ton.
"Kemungkinan di Mei itu masuk 4 juta ton,” ungkapnya
Selanjutnya: Prodia (PRDA) Tebar Dividen Rp 162 Miliar dari Laba 2024
Menarik Dibaca: Tren Kejahatan Siber 2025: Email Phising Berkeliaran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News