Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai pemerintah perlu menerapkan pajak khusus bagi kepemilikan rumah ketiga atau lebih, terutama yang tidak dimanfaatkan secara produktif, demi mengurangi ketimpangan kepemilikan properti dan menambah penerimaan negara.
Selama ini Indonesia belum memiliki pajak kepemilikan rumah ketiga. Kebijakan yang ada, seperti Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), hanya dikenakan sekali saat pembelian, sementara Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diberlakukan secara rata tanpa membedakan nilai dan fungsi properti.
"Mengingat besarnya ketimpangan akses atas ruang dan kepemilikan properti, pemerintah semestinya perlu mengintervensi kepemilikan rumah tak produktif melalui pajak kepemilikan rumah ketiga," tulis Celios dalam laporan terbarunya berjudul Dengan Hormat, Pejabat Negara Jangan Menarik Pajak Seperti di Kebun Binatang yang dikutip Selasa (12/8/2025).
Baca Juga: Lembaga Ini Ungkap Potensi Penerimaan Rp 524 Triliun dari Sumber Pajak Baru
Pemilik rumah ketiga atau lebih yang tidak disewakan atau tidak dimanfaatkan secara produktif akan dikenai tarif pajak lebih tinggi karena berpotensi melakukan penimbunan aset.
Skema ini tidak akan membebani kepemilikan atas rumah utama yang ditempatkan dalam ranah PBB. Hal ini mempertimbangkan bahwa dua rumah sudah sangat memadai dioptimalkan sebagai tempat tinggal seperti umumnya masyarakat miskin dan menengah.
"Ketika hunian sederhana telah dibebankan PBB tiap tahun, tak ada alasan untuk menyamaratakan kontribusi dari vila miliaran rupiah," tulis laporan tersebut.
Baca Juga: Penjelasan Kemenkeu soal Tax Ratio yang Turun Saat Ekonomi Tumbuh Tinggi
Berdasarkan data Kementerian PUPR tahun 2023, terdapat 7,17 juta orang di Indonesia yang memiliki lebih dari satu unit rumah. Celios memperkirakan 1% di antaranya, atau sekitar 71.790 orang, memiliki rumah ketiga. Dari jumlah itu, 30% atau 21.534 unit bernilai di atas Rp 5 miliar, dengan rata-rata harga Rp6 miliar.
Dengan tarif pajak 1% per tahun, potensi penerimaan negara bisa mencapai Rp2,8 triliun. Jika asumsi unit rumah naik menjadi 25.000 unit dan harga rata-rata Rp 10 miliar, potensi penerimaan berada di kisaran Rp 1 triliun hingga Rp 2,2 triliun.
Celios menambahkan, pengalaman negara-negara Eropa menunjukkan bahwa pajak properti mewah mampu meningkatkan penerimaan fiskal, menekan ketimpangan kekayaan.
Selanjutnya: Saham BBNI Menguat 3,81% pada Perdagangan Selasa, 12 Agustus 2025
Menarik Dibaca: Tengok Ramalan Zodiak Karier & Keuangan Besok Rabu 13 Agustus 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News