kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Polri usul RUU Tax Amnesty bersifat lex specialis


Selasa, 26 April 2016 / 19:17 WIB
Polri usul RUU Tax Amnesty bersifat lex specialis


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menilai, kerahasiaan data wajib pajak yang mengajukan Tax Amnesty yang diatur dalam draf Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty (RUU Tax Amnesty) berpotensi menimbulkan ketidaksinkronan.

Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 22 ayat 2 dan 3 RUU Pengampunan Pajak. Pasal 22 ayat 2 menyatakan "Setiap pejabat yang terkait dengan pelaksanaan Undang-Undang ini dilarang memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh wajib pajak kepada pihak lain."

Sementara itu, Pasal 22 ayat 3 menyatakan, "Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat diminta atau diberikan kepada pihak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan wajib pajak sendiri."

Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Dwi Priyatno mengatakan, dalam RUU Pengampunan Pajak, kerahasiaan data wajib pajak bersifat mutlak. Dengan demikian kerahasiaan data tersebut tidak dapat digugat dengan alasan siapapun kecuali persetujuan wajib pajak.

"Ketentuan itu pada pelaksanaannya akan berpotensi menimbulkan ketidaksinkronan dalam ketentuan beberapa Undang-Undang," kata Dwi, Selasa (26/4).

Undang-undang yang akan bergesekan itu antara lain tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dan Undang-Undang Perbankan.

Dwi mencontohkan, salah satu pasal dalam Undang-Undang TPPU, yaitu Pasal 41 ayat 1A berbunyi "Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan TPPU, PPATK berwenang meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu."

Kemudian Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Perbankan, yang menyebutkan bahwa "Untuk kepentingan perpajakan pimpinan Bank Indonesia (BI) atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak dengan harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya."

Menurut Dwi, kondisi tersebut akan menyulitkan penyidikan tindak pidana perpajakan.

"Mengingat implementasi Pasal 22 berpotensi menimbulkan ketidaksinkronan ketentuan dalam undang-undang lainnya, diharapkan para stakeholder yang terkait KUP, TPPU, Perbankan dapat memahami bahwa Undang-Undang Pengampunan Pajak ini bersifat lex specialis," katanya.

Dengan begitu, UU Pengampunan Pajak/Tax Amnesty sebagai aturan yang khusus bisa mengesampingkan aturan yang umum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×