kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PKB: Menggoreng isu nasionalisasi aset-aset asing


Kamis, 20 Maret 2014 / 12:55 WIB
PKB: Menggoreng isu nasionalisasi aset-aset asing
ILUSTRASI. Wall Street perkasa di pekan ini


Reporter: Noverius Laoli, Gloria Fransisca | Editor: Tri Adi


JAKARTA. Menjelang pemilihan umum (Pemilu) 9 April 2014 mendatang, partai politik terus mengumbar janji program yang populis dan pro rakyat demi mendulang dukungan suara.

Seperti yang dilakukan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB memilih mengumbar program bombastis. Di antaranya mendorong pemerintah menjadikan aset-aset asing sebagai aset nasional.

Hanya, program ini tidak hantam kromo. Ketua Fraksi PKB Marwan Jafar bilang, nasionalisasi bisa dan harus dilakukan pemerintah, apabila perusahaan tersebut melakukan eksploitasi secara sepihak terhadap kekayaan alam Indonesia.

Praktik ini terjadi di negara-negara Amerika Latin seperti Venezuela yang menasionalisasi perusahaan asing yang dinilai telah merampas alam negeri ini secara sepihak. "Sepanjang kita benar dan memenuhi aturan Undang-Undang, tidak perlu takut digugat," jelasnya.

Partai yang kelahirannya dibidani oleh ulama akan berupaya melakukan renegosiasi kontrak dengan perusahaan asing terhadap kontrak yang tidak menguntungkan negara.

PKB juga berjanji mendorong pembangunan sumur dan kilang minyak baru untuk memaksimalkan eksplorasi minyak dan gas. Target PKB tidak muluk-muluk, yakni ingin lifting minyak 870.000 sampai 900.000 barel per hari tercapai.

Di bidang pertambangan, Marwan menilai langkah yang sekarang dilakukan pemerintah benar dan akan didukung. "Harus ada smelter di Indonesia Timur," katanya.

Selain itu, PKB berkomitmen mengembangkan potensi energi baru terbarukan. Marwan mengambil contoh seperti potensi energi angin, air, dan sinar matahari.

Kendati begitu, PKB juga berjanji akan tetap mengawal kebijakan pemerintah menjaga keseimbangan lingkungan hidup. PKB dalam jangka pendek akan mendorong pelaksanaan konversi bahan bakar minyak ke gas. "Kami komitmen soal ini," imbuh politisi PKB Anna Muawanah.                  



Nasionalisasi aset asing tidak realistis

Program Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di sektor energi dan sumber daya alam dinilai tidak realistis. Pasalnya program PKB yang ingin melakukan nasionalisasi aset-aset asing bertabrakan dengan keinginan meningkatkan produksi minyak nasional.

Untuk meningkatkan lifting minyak dibutuhkan investasi asing. Dengan menasionalisasi aset asing, itu berpotensi membuat investor enggan masuk ke Indonesia. "Jadi program PKB ini menurut saya tidak realistis," kata pengamat ekonomi, Universitas Ma Chung, Dodi Arifianto.

Ia mengatakan bila negara-negara Amerika Latin berani menasionalisasi aset-aset asing, itu karena produksi minyak mereka lebih besar daripada kebutuhan dalam negeri. Sebaliknya  Indonesia konsumsi minyak lebih besar ketimbang produksi. Maka biarpun melakukan nasionalisasi beberapa perusahaan asing belum tentu bisa memenuhi kebutuhan nasional.

Justru yang dibutuhkan di Indonesia adalah diversifikasi energi. Misalnya kandungan geothermal yang bisa dimanfaatkan untuk energi listrik. Atau menggunakan etanol dapat dicampur dengan bensin. Gas yang sekarang masih surplus bisa menjadi alternatif pengganti bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan bermotor.

Hal senada juga disampaikan oleh Pengamat Politik Universitas Indonesia, Cecep Hidayat, Ia menyebut PKB terpesona dengan kesuksesan Venezuela menasionalisasi aset-aset asing. Tapi yang perlu menjadi catatan, peran asing masih signifikan di sektor ini. "Hubungan dengan asing tetap harus dipertimbangkan," tuturnya.

Menurutnya, PKB cukup jeli melihat isu yang menarik perhatian publik. Tak heran  jika PKB mengangkat isu nasionalisme.

Cecep memberikan acungan jempol dengan program yang ditawarkan PKB. Menurutnya yang terpenting program ini bukan hanya jargon politik yang hanya sebatas menarik simpatisan publik.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×