Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Institute for Development on Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengindikasi investasi di sektor jasa, akan memberikan fasilitas terhadap barang-barang impor asal China.
Hal tersebut tercermin dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang mencatat, realisasi investasi dari sektor tersier sepanjang Januari hingga September 2020 sebesar Rp 338,7 triliun, angka ini setara 55,4% dari total realisasi investasi senilai Rp 611,6 triliun.
Sektor tersier ini pun berisi investasi yang bergerak di bidang jasa seperti pergudangan, transportasi, dan telekomunikasi yang mencapai Rp 108,4 triliun atau sama dengan 17,7% dari jumlah realisasi investasi yang masuk ke Indonesia.
Menurut Enny pencapaian itu sejalan dengan realisasi impor di sepanjang Januari hingga September 2020. Di periode itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan impor non-migas dari China mencapai US$ 28,22 miliar, setara dengan 30,32% dari total nilai impor Indonesia.
Baca Juga: Kata ekonom Indef terkait investasi yang tumbuh positif pada kuartal III 2020
Berdasarkan jenis barangnya, impor non-migas terdiri dari mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektrik, besi dan baja, kendaraan dan bagiannya, serealias, pupuk, tembakau dan rokok. Lalu, bijih, terak, dan abu logam, barang tekstil jadi lainnya, hingga kereta api, trem, dan bagiannya.
“Jadi begitu pembangunan investasi dari sektor jasa akan langsung penetrasi ke impor China. Karena, China melihat Indonesia sebagai market yang besar,” kata Enny kepada Kontan.co.id, Jumat (23/10).
Kata Enny, kondisi tersebut akan semakin menguntungkan Negeri Tirai Bambu. Sebab, pada dasarnya barang-barang China cenderung kompetitif dibanding negara lain. Harga barang lebih murah akibat produksi masal.
Terlebih, belakangan Indonesia bisa beli barang dari China dengan menggunakan mata uangnya yakni Yuan dalam bertransaksi lintas negara.
Baca Juga: Realisasi investasi asing turun 5,1% hingga kuartal III 2020
Enny menambahkan, realisasi investasi yang dicatat BKPM tidak berkualitas. Toh menurutnya, Indonesia masih impor barang setengah jadi hingga barang jadi dari China.
“Ini yang mestinya dilihat investasi itu nilai tambahnya berapa dan kontibusi bagaimana jadi tidak hanya angka-angka. Memang ada perbaikan investasi seperti logam sehingga memperkuat produksi. Tapi nyatanya kita impor baja,” ujar Enny.
Selanjutnya: BKPM: Realisasi investasi kuartal III-2020 mencapai Rp 209 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News