Reporter: Adinda Ade Mustami, Nisa Dwiresya Putri, Ramadhani Prihatini | Editor: Rizki Caturini
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira Adhinegara berpendapat, meski pertumbuhan ekonomi China di tahun lalu naik cenderung moderat, Indonesia mesti mencermati arah kebijakan ekonomi negara ini. Maklum saja, ia bilang setiap kenaikan 1% pertumbuhan ekonomi China akan akan mendorong kenaikan ekonomi Indonesia 0,1%.
"Kaitannya, karena kita sebagian besar ekspor dan impor dengan China," kata Bhima.
Jika tahun 2017 pertumbuhan ekonomi China naik menjadi 6,8% ketimbang tahun 2016 yang hanya mencatat 6,7%, hal tersebut didorong oleh pemilihan umum (Pemilu) pada negara ini. Nah, di tahun 2018 menurut Bhima kondisi tersebut kian membaik lantaran terdorong oleh permintaan global.
"Jadi kalau ekspor China naik, otomatis bahan baku dari Indonesia akan naik. Nah, jika ke depan arahnya China memang akan secara besar-besaran mengimpor kelapa sawit, batubara, mungkin sektor komoditas di Indonesia akan berefek positif," jelas Bhima.
Sementara ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bilang,Indonesia bisa mengambil peluang dengan meningkatkan ekspor barang non-komoditas. “Ini peluang untuk ekspor tekstil, sepatu, elektronik, dan manufaktur,” ujar David, Kamis (15/2).
Sementara itu, di sektor komoditas pun ada peluang lebih besar. Hal ini mengingat rencana China membangun jalur sutra baru. Proyek infrastruktur ini akan menghubungkan timur China ke Eropa. Tentunya, pembangunan ini butuh energi dan mineral. Disitulah Indoneisa bisa tingkatkan ekspor komoditas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News