kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Pertumbuhan Indonesia berharap dari perbaikan ekonomi China dan global


Kamis, 15 Februari 2018 / 20:43 WIB
Pertumbuhan Indonesia berharap dari perbaikan ekonomi China dan global
ILUSTRASI. Manufaktur China


Reporter: Adinda Ade Mustami, Nisa Dwiresya Putri, Ramadhani Prihatini | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi China tercatat tumbuh 6,9% di tahun 2017 lalu. Pencapaian ini sedikit membaik dari tahun 2016 yang hanya 6,7%. Pertumbuhan ekonomi China tahun 2016 itu merupakan yang terendah dalam 26 tahun. Dengan demikian, mulai tahun 2017 kemarin ekonomi China mulai bangkit.

Tahun ini, sejumlah ekonom memperkirakan ekonomi China akan kembali melambat di kisaran 6,5%. Salah satunya karena efek dari kebijakan proteksionisme yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).

Meski begitu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memperkirakan, ekonomi China tahun ini tetap tumbuh tinggi. Hal itu didorong oleh ekspor, seiring peningkatan permintaan khususnya dari negara maju.

Ekonomi Indonesia memang sangat erat kaitannya dengan ekonomi China. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi China tahun ini yang akan tetap tinggi menjadi salah satu pendorong perbaikan ekonomi global. Hal ini pula yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Kita lihat ekonomi dunia konsisten menunjukkan perbaikan, harga komoditas meningkat, harga minyak meningkat, dan volume perdagangan dunia juga meningkat. Ini peluang bagi Indonesia untuk mengejar pertumbuhan ekonomi," kata Agus, Kamis (15/2).

Pihaknya memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini lebih baik dari tahun lalu yang sebesar 5,07%, yaitu di kisaran 5,1%-5,5%. Faktor utama dimotori oleh investasi dan konsumsi rumah tangga.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo sebelumnya berharap perkiraan perlambatan ekonomi China di tahun ini tidak akan berdampak banyak terhadap ekonomi domestik. Sebab, konsumsi dan ekspor China diperkirakan tetap tinggi. Selain itu, meski kenaikan lambat, harga komoditas masih ada di level yang tinggi. Harga ini pun masih akan menguntungkan produsen.

Dody juga melihat selain ke China, ekspor komoditas Indonesia ke beberapa negara lainnya masih akan tinggi. Dody juga berharap ekspor lebih merata dan pertumbuhannya lebih tinggi dibanding tahun ini. Utamanya, ekspor yang terkait dengan manufaktur seperti tekstil dan produk tekstil dan bahan kimia.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira Adhinegara berpendapat, meski pertumbuhan ekonomi China di tahun lalu naik cenderung moderat, Indonesia mesti mencermati arah kebijakan ekonomi negara ini. Maklum saja, ia bilang setiap kenaikan 1% pertumbuhan ekonomi China akan akan mendorong kenaikan ekonomi Indonesia 0,1%.

"Kaitannya, karena kita sebagian besar ekspor dan impor dengan China," kata Bhima.

Jika tahun 2017 pertumbuhan ekonomi China naik menjadi 6,8% ketimbang tahun 2016 yang hanya mencatat 6,7%, hal tersebut didorong oleh pemilihan umum (Pemilu) pada negara ini. Nah, di tahun 2018 menurut Bhima kondisi tersebut kian membaik lantaran terdorong oleh permintaan global.

"Jadi kalau ekspor China naik, otomatis bahan baku dari Indonesia akan naik. Nah, jika ke depan arahnya China memang akan secara besar-besaran mengimpor kelapa sawit, batubara, mungkin sektor komoditas di Indonesia akan berefek positif," jelas Bhima.

Sementara ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bilang,Indonesia bisa mengambil peluang dengan meningkatkan ekspor barang non-komoditas. “Ini peluang untuk ekspor tekstil, sepatu, elektronik, dan manufaktur,” ujar David, Kamis (15/2).

Sementara itu, di sektor komoditas pun ada peluang lebih besar. Hal ini mengingat rencana China membangun jalur sutra baru. Proyek infrastruktur ini akan menghubungkan timur China ke Eropa. Tentunya, pembangunan ini butuh energi dan mineral. Disitulah Indoneisa bisa tingkatkan ekspor komoditas.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×