Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, sebagai Gubernur Bank Dunia dan Alternate Governor IMF untuk Indonesia, memimpin delegasi dan berperan aktif dalam rangkaian kegiatan Pertemuan Musim Semi Dana Moneter Internasional-Kelompok Bank Dunia Tahun 2024 (2024 IMF-WBG Spring Meetings) di Washington DC, Amerika Serikat pada 15 - 20 April lalu.
Agenda 2024 IMF-WBG Spring Meetings mengambil tema Vision to Impact yang berfokus pada isu-isu pembangunan internasional, manajemen utang, pemulihan ekonomi, dan iklim. Rangkaian Pertemuan Musim Semi dilaksanakan dalam bentuk rapat utama, seminar, briefing, pertemuan bilateral, dan kegiatan strategis lainnya.
Mengawali kegiatan, dalam high-level event “Navigating the Mid-transition Period of The Low Carbon Shift” yang digagas Brookings Institute, Sri Mulyani mengatakan bahwa proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks.
Untuk mencapai transisi energi tersebut, peran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sangat penting dalam menyusun kerangka kebijakan pembiayaan, menyediakan inovasi instrumen yang dapat mendorong skema pembiayaan campuran (blended finance), dan membangun kerja sama pada tingkat regional dan global.
Baca Juga: Wamenkeu Minta Eksportir Simpan DHE SDA di Dalam Negeri, Jaga Agar Rupiah Tak Melorot
“Kemenkeu perlu memastikan kebijakan fiskal yang sound dan prudent untuk mendapatkan sumber pembiayaan untuk transisi energi tersebut,” tutur Sri Mulyani mengutip keterangan tertulisnya, Senin (22/4).
Lebih lanjut, dalam kerangka kebijakan, dibutuhkan taksonomi pembiayaan berkelanjutan pada tingkat regional seperti ASEAN yang memberikan sinyal dan memungkinkan pihak swasta berperan serta dalam investasi transisi energi.
Terakhir, Sri Mulyani juga menegaskan urgensi penguatan kerja sama internasional, termasuk dalam menindaklanjuti komitmen bersama seperti melalui Just Energy Transition Partnership - Indonesia (JETP Indonesia) yang merupakan capaian Presidensi G20 Indonesia.
Kemudian, dalam rangkaian 2024 IMF-WBG Spring Meetings di Washington DC ini, Sri Mulyani menghadiri pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG).
Ia bersama perwakilan negara anggota dan undangan Forum G20 Presidensi Brasil ini membahas upaya kolektif untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengatasi tantangan global saat ini. Dalam Working Dinner G20, Sri Mulyani menyampaikan bahwa perencanaan iklim di masa depan harus memprioritaskan inklusivitas dan keadilan yang selaras dengan Kerangka Keuangan Transisi G20.
Dalam intervensinya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa skema blended finance sangat penting untuk memobilisasi sumber pendanaan dan dukungan internasional. Dirinya juga menekankan pentingya pengembangan instrumen carbon credit sebagai tambahan insentif yang dapat menarik lebih banyak peran sektor swasta untuk berinvestasi.
Penguatan peran Bank Pembangunan Multilateral (MDBs) juga dibutuhkan, termasuk dalam mengelola dan mengurangi risiko sehingga mampu menarik lebih banyak pembiayaan dari sektor swasta.
Sri Mulyani juga turut berpartisipasi dalam diskusi panel “Unleashing the Power of Digital Transformation to Enhance Connectivity in ASEAN”.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Jumlah Aset Virtual Sitaan Kejahatan Keuangan Melonjak
Dalam diskusi tersebut, dirinya membahas ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) yang bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi digital di ASEAN hingga mencapai USD 2 triliun pada 2030. DEFA menyediakan peta jalan yang komprehensif dalam mempercepat perdagangan digital, pengelolaan data, perkembangan inovasi, peningkatan produktivitas, serta pertumbuhan yang inklusif.
Sri Mulyani menyerukan bahwa Indonesia akan terus mendorong implementasi kerjasama ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara, termasuk upaya dalam mengatasi tantangan ekonomi digital seperti fraud, pencucian uang, dan pendanaan terorisme.
Selanjutnya, dalam pertemuan “Ministerial Meeting of the Coalition of Finance Ministers for Climate Actions (CFMCA)”, Sri Mulyani memimpin koalisi bersama Menteri Keuangan Belanda dan menyampaikan beberapa isu utama antara lain peran Kementerian Keuangan dalam mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) serta upaya untuk mobilisasi pasar global guna membiayai transisi energi.
Sri Mulyani menyoroti pentingnya keterlibatan nyata para Menteri Keuangan dari seluruh dunia dalam proses penyiapan dan implementasi pencapaian target NDC setiap negara, terutama dalam merancang kerangka kebijakan ekonomi makro dan kebijakan fiskal yang mengintegrasikan prioritas aksi iklim.
Selain itu, Koordinasi antara Kemenkeu dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup juga ditekankan dalam proses penyiapan dan implementasi pencapaian target NDC.
Selanjutnya, dalam forum "Transforming Challenge into Action: Expanding Health Coverage for All", Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa terkait cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC), Kemenkeu berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui belanja pendidikan dan kesehatan. Investasi pada pendidikan dan kesehatan harus dilakukan sejak dini, terutama untuk Indonesia dengan dividen demografi.
"Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran yang cukup besar melalui mandatory spendings untuk pendidikan dan kesehatan," tegasnya.
Lebih lanjut, implementasi UHC dengan rate of return yang cukup tinggi akan membutuhkan biaya yang cukup besar. Salah satu dukungan fiskal terkait UHC adalah pemberian subsidi asuransi kesehatan untuk rumah tangga yang rentan. Selain itu, dukungan fiskal juga diberikan untuk reformasi sisi suplai pelayanan kesehatan.
Menurutnya, masalah utama dalam sektor kesehatan terutama terkait dengan suplai pelayanan kesehatan yang masih terbatas dan kualitas pelayanan kesehatan yang beragam. Oleh karena itu, reformasi sangat penting untuk mendorong ketersediaan dan menyamakan kualitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Selamatkan Rupiah, Wamenkeu Minta Eksportir Simpan DHE SDA di Dalam Negeri
Dalam berbagai agenda utama seperti "International Monetary and Financial Committee Early Warning Exercise (EWE)", Mantan direktur Bank Dunia ini mengatakan bahwa peningkatan tensi geopolitik yang terjadi saat ini telah menciptakan lanskap ekonomi global yang kompleks.
"Proyeksi pertumbuhan ekonomi global diprediksi akan mengalami tekanan, terutama diakibatkan kenaikan suku bunga yang meningkatkan biaya pinjaman. Disamping itu, tekanan terhadap utang, terutama di negara-negara berkembang dan berpendapatan rendah, akan semakin diperparah dengan peningkatan arus modal keluar dan depresiasi nilai tukar," kata Sri Mulyani.
Lebih lanjut, Ia menyampaikan dinamika politik global berpotensi meningkatkan instabilitas sosial politik. Di samping itu, Ia juga menekankan kepada para pembuat kebijakan akan pentingnya menyusun kebijakan dengan penuh kehati-hatian sehingga dapat menjaga dan meningkatkan kepercayaan ekonomi.
Selanjutnya pada agenda "International Monetary and Financial Committee Breakfast Meeting", Sri Mulyani mengingatkan akan pentingnya mengelola keterbatasan ruang fiskal di tengah kenaikan belanja sosial dan manajemen utang.
Menkeu menyerukan empat prioritas strategis antara lain mendorong persatuan global yang damai dan resolusi bersama, menyediakan dukungan fiskal kepada yang membutuhkan, menjaga stabilitas makroekonomi, dan reformasi struktural untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Agenda utama lainnya yang dihadiri oleh Sri Mulyani adalah "Development Committee Meeting". Dalam kegiatan tersebut, dia menyambut baik kemajuan yang dicapai menuju terciptanya Grup Bank Dunia (WBG) yang lebih besar, lebih baik dan lebih berani (bigger, better, bolder) melalui Peta Jalan Evolusi Grup Bank Dunia (World Bank Group Evolution Roadmap).
Sri Mulyani menyampaikan bahwa Bank Dunia harus lebih percaya diri untuk menetapkan target ambisius untuk evolution deliverables pada fase berikutnya. Bank Dunia dan IMF harus mempertahankan momentum reformasi dan memastikan reformasi tersebut menghasilkan peluang nyata bagi negara-negara emerging market dan negara berkembang.
Harapan besar disampaikan Menkeu untuk implementasi Global Challenges Programs dan Knowledge Compact yang mengutamakan kebutuhan dan kondisi klien.
Baca Juga: Sri Mulyani Siapkan Strategi untuk Selamatkan Rupiah Imbas Konflik Iran-Israel
Satu hal besar yang disoroti secara kuat oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati yaitu pricing (cost of borrowing) Bank Dunia yang terlalu mahal dibandingkan MDBs sejawat lainnya saat ini. Selain itu, disinggung juga mengenai pentingnya penambahan kapasitas keuangan Bank Dunia dan penguatan kepentingan dan keterwakilan anggota.
Sri Mulyani menyampaikan keyakinannya bahwa peningkatan modal yang sejalan dengan tinjauan kepemilikan saham, akan memperkuat legitimasi dan tata kelola Bank Dunia di saat lembaga-lembaga global tepercaya sangat dibutuhkan keberadaannya.
Terakhir, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan IMF Fiscal Forum sebagai panelis bersama dengan Menkeu Chile, Deputi Pertama Direktur Pelaksana IMF dan Wakil EU. Dalam kesempatan tersebut Sri Mulyani menyampaikan efektivitas sekaligus tantangan dalam mempertahankan kedisiplinan fiskal di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News