kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertahan disertasinya, Tahir Sebut dampak krisis 1997-1998 masih terasa


Jumat, 30 Agustus 2019 / 15:30 WIB
Pertahan disertasinya, Tahir Sebut dampak krisis 1997-1998 masih terasa
Tahir saat menjalani ujian disertasi di Gedung Pascasarjana UGM pada Jumat (30/8/2019)


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - Krisis moneter yang terjadi pada 1997-1998 lalu dampaknya masih dirasa oleh masyarakat hingga saat ini, yang mana masyarakat ikut menanggung beban biaya transaksi yang mencapai Rp 140 triliun lebih.

Hal itu dikatakan, Tahir, pengusaha nasional, pendiri Grup Mayapada, dalam disertasinya di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Ia mengungkapkan kondisi fundamental makro ekonomi dan mikro perbankan Indonesia pada sebelum krisis 1997-1998 ternyata berpengaruh dan memperburuk keadaan krisis saat itu.

Baca Juga: Wah, ada mantan anggota Dewan Komisioner OJK di bank milik Dato Sri Tahir

Untuk variabel mikro yang terjadi diantaranya defisit neraca berjalan, nilai tukar negara, jumlah uang beredar dan investasi langsung. Sedangkan variabel mikro perbankan yang turut memengaruhi kondisi sistem keuangan Indonesia saat itu satu diantaranya adalah kredit macet.

"Itu berarti dampak 20 tahun yang lalu masih terasa sampai hari ini. Artinya kasus 1997-1998 jangan sampai terulang kembali pada negeri ini karena bayarnya mahal sekali. Waktu itu banyak orang kehilangan pekerjaan," ungkap pendiri Bank Mayapada ini saat ditemui Tribunjogja.com seusai menjalani ujian disertasi di Gedung Pascasarjana UGM pada Jumat (30/8).

Menurutnya institusi informal juga turut memberikan dampak yang buruk terhadap efektivitas institusi formal. Tahir menyebutkan sejak tahun 1970 dan puncaknya setelah kebijakan paket Oktober 1998, budaya nepotisme, kronisme dan korupsi di kalangan bankir dan birokrasi pemerintahan dirasa sangat marak.

Baca Juga: Bitcoin Disebut Safe Haven di Tengah Ketakutan Pasar Akan Resesi Global

Akibatnya, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia dan BPPN, tidak lagi profesional dalam mengontrol sektor perbankan karena banyaknya previledge yang dimiliki perbankan, khususnya bank yang dimiliki keluarga pengusaha dan kroninya.

Lingkungan kelembagaan sektor perbankan tidak menyediakan sistem kewenangan yang kuat kepada lembaga pemegang otoritas moneter dan perbankan, sehingga menimbulkan moral hazard.

"Ini akan terjadi dalam zaman siapapun selama manusia masih ada, tapi bagaimana meminimalisir moral hazard ini penting. Tidak hanya manusianya yang diperbaiki namun sistem juga harus diperbaiki. Kita katakan kronisme korupsi tidak hanya peningkatan kesejahteraan rakyat lalu sistem diperbaiki, ada satu lagi transparansi dari media, dia sosial kontrol," katanya.

Tahir menerangkan, faktor kepemimpinan, yang dianggap otoriter saat itu juga turut mempengaruhi.

Baca Juga: Meski ada disrupsi digital, tiga bank ini tak berniat mengurangi jumlah kantor

Untuk itu, dengan kekuatan tiga lembaga negara, Legislatif, Eksekutif, Yudikatif yang saat ini yang tidak bisa mengintervensi di segala masalah, akan membawa sesuatu hal yang lebih efektif dan positif.

"Krisis akan terjadi kapan pun yang penting adalah bagaimana kita siap menghadapi krisis dengan cost yang seminim mungkin, dampaknya sedikit mungkin kepada masyarakat Indonesia. Peranan DPR jauh lebih kuat daripada dulu. Presiden tidak bisa intervensi dalam segala masalah. Misalnya KPK Presiden tidak bisa memerintahkan ini harus dilepas dan ini harus dibantu," katanya.

Wihana Kirana Jaya, promotor dalam ujian disertasi Tahir menerangkan, apa yang diteliti Tahir memberikan kontribusi real antara kaitan pengalaman otentik Tahir sebagai pelaku dan saksi sejarah krisis ekonomi yang mengambil teori kelembagaan baru.

"Informasi itu tidak sempurna saat pelaku ekonomi bertransaksi, yang satu asimetrik, satunya moral hazard. Moral hazard ini diambil sebagai peran sosial, itu yang mengganggu rule of the game (aturan main) saat krisis," katanya.

Baca Juga: Tingkatkan laba, bank ramai-ramai membidik dana murah

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, disertasi Tahir penting sebagai bahan upaya mitigasi keamanan dan ekonomi negara, jangan sampai terjadi krisis di masa depan.

"Disertasi Tahir memberikan gambaran situasi masa lalu dan solusinya. Sementara itu di konstelasi masa kini, dipastikan memunculkan spillover kepada negara-negara tertentu. Spillover ini harus ditangkap karena akan memunculkan distabilitas ekonomi maupun politik," ungkapnya. (Siti Umaiyah)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Tahir Sebut Dampak Krisis 1997-1998 Masih Terasa Sampai Sekarang,

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×