Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) memiliki keleluasan memeriksa wajib pajak yang diduga melakukan tindak pidana bidang perpajakan. Penyidik pajak dapat menyita dokumen bahkan menyegel tempat milik wajib pajak tersebut.
Kewenangan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajian Perpajakan, yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 29 Desember 2011 lalu. Pasal 60 Bab X aturan itu menyebutkan, Ditjen Pajak berwenang memeriksa bukti permulaan terhadap wajib pajak berdasarkan hasil pengembangan dan analisis terhadap informasi, data, laporan dan pengaduan. Pemeriksaan dapat dilakukan secara tertutup tanpa pemberitahuan kepada wajib pajak.
Dalam memeriksa bukti permulaan, penyidik pajak yang memeriksa secara terbuka berwenang meminjam dan memeriksa buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.
Pnyidik juga bisa mengkases atau mengunduh data yang dikelola secara profesional. Selain itu, penyidik bisa memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang yang bergerak atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau objek yang terutang pajak. Terakhir, penyidik berhak menyegel tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak.
Dalam penyidikan, penyidik pajak bisa meminta bantuan aparat penegak hukum lain. Jenis bantuan yang diminta berupa bantuan teknis, upaya paksa atau konsultasi penydikan.
Peraturan pemerintah ini juga memberikan kewenangan kepada menteri keuangan dan jaksa agung untuk meminta penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak tanggal surat permintaan, namun dengan syarat wajib pajak telah melunasi jumlah kerugian pada pendapatan negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News