kontan.co.id
banner langganan top
Senin, 5 Mei 2025 | : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.905.000   3.000   0,16%
  • USD/IDR 16.456   21,00   0,13%
  • IDX 6.850   34,31   0,50%
  • KOMPAS100 993   7,80   0,79%
  • LQ45 770   6,49   0,85%
  • ISSI 217   0,97   0,45%
  • IDX30 400   3,42   0,86%
  • IDXHIDIV20 475   1,40   0,30%
  • IDX80 112   0,83   0,75%
  • IDXV30 115   0,24   0,21%
  • IDXQ30 131   0,83   0,64%
  • EMAS 1.905.000   3.000   0,16%
  • USD/IDR 16.456   21,00   0,13%
  • IDX 6.850   34,31   0,50%
  • KOMPAS100 993   7,80   0,79%
  • LQ45 770   6,49   0,85%
  • ISSI 217   0,97   0,45%
  • IDX30 400   3,42   0,86%
  • IDXHIDIV20 475   1,40   0,30%
  • IDX80 112   0,83   0,75%
  • IDXV30 115   0,24   0,21%
  • IDXQ30 131   0,83   0,64%
  • EMAS 1.905.000   3.000   0,16%
  • USD/IDR 16.456   21,00   0,13%
  • IDX 6.850   34,31   0,50%
  • KOMPAS100 993   7,80   0,79%
  • LQ45 770   6,49   0,85%
  • ISSI 217   0,97   0,45%
  • IDX30 400   3,42   0,86%
  • IDXHIDIV20 475   1,40   0,30%
  • IDX80 112   0,83   0,75%
  • IDXV30 115   0,24   0,21%
  • IDXQ30 131   0,83   0,64%

Ada Musim Pembayaran Dividen, Neraca Pembayaran Diperkirakan Tertekan


Minggu, 27 April 2025 / 16:13 WIB
Ada Musim Pembayaran Dividen, Neraca Pembayaran Diperkirakan Tertekan
ILUSTRASI. Musim pembayaran dividen perusahaan domestik kepada investor asing pada kuartal II diperkirakan memberi tekanan besar terhadap neraca pembayaran. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Musim pembayaran dividen perusahaan domestik kepada investor asing pada kuartal II diperkirakan memberi tekanan besar terhadap neraca pembayaran Indonesia, terutama pada transaksi berjalan di pos pendapatan primer.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan peningkatan pembayaran dividen ke luar negeri akan memperdalam defisit pendapatan primer dan memperbesar defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal II 2024, defisit pendapatan primer tercatat sebesar US$9,49 miliar. Menurut Josua, defisit ini terutama disebabkan oleh pembayaran imbal hasil dari investasi langsung, portofolio, dan investasi lainnya.

"Ini sejalan dengan pola historis, di mana puncak pembayaran dividen biasanya terjadi pada kuartal II, setelah mayoritas perusahaan membagikan dividen usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan di kuartal I," jelas Josua kepada Kontan, Jumat (25/4).

Baca Juga: Rupiah Menguat 0,26% pada Jumat (25/4), Begini Proyeksinya untuk Pekan Depan

Josua menambahkan, meningkatnya defisit pendapatan primer, ditambah tekanan pada ekspor akibat melemahnya permintaan global, akan membuat neraca transaksi berjalan semakin tertekan.

Ia mencatat, berdasarkan data Neraca Pembayaran (Balance of Payments/BoP) 2024, defisit transaksi berjalan sepanjang tahun naik menjadi US$8,86 miliar atau -0,63% dari PDB, dibandingkan -0,15% pada 2023. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh kenaikan impor, pelemahan neraca jasa, serta memburuknya pendapatan primer.

"Meskipun neraca perdagangan barang masih surplus, lonjakan pembayaran dividen berisiko mengikis surplus tersebut, apalagi jika tidak diimbangi dengan perbaikan ekspor atau penerimaan jasa," ungkap Josua.

Namun, menurutnya, tekanan pada neraca pembayaran dapat diredam oleh surplus neraca modal dan finansial (financial account surplus/FAS), seperti yang terjadi pada kuartal II dan IV 2024, berkat masuknya investasi langsung dan instrumen moneter seperti SRBI.

Meski demikian, kenaikan pembayaran dividen tetap menjadi tekanan, terutama di tengah proyeksi pelebaran defisit transaksi berjalan hingga -1,18% dari PDB pada 2025.

Josua mengingatkan, jika aliran masuk modal melemah akibat ketidakpastian global atau tekanan geopolitik, dampak pembayaran dividen yang besar akan lebih terasa terhadap cadangan devisa dan nilai tukar.

"Oleh karena itu, meskipun pembayaran dividen musiman ini sudah menjadi pola yang bisa diprediksi, peningkatan jumlahnya di tengah lemahnya ekspor dan naiknya impor tetap menjadi risiko yang harus diantisipasi," tegasnya.

Baca Juga: Indeks Dolar Melempem, Rupiah Gagal Memanfaatkan Momentum

Untuk menjaga ketahanan neraca pembayaran dalam jangka menengah, Josua menilai pentingnya memperkuat kebijakan pengelolaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam, meningkatkan pendapatan dari sektor jasa, dan mendorong daya saing ekspor manufaktur.

Dalam kesempatan berbeda, Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang menilai, pembayaran dividen ke luar negeri memang berpotensi meningkatkan outflow atau pada transaksi berjalan, sehingga dapat memberi tekanan pada neraca pembayaran.

“Namun demikian, secara musiman, pola ini konsisten terjadi setiap tahun pada periode pembagian dividen, sehingga perkiraannya tidak terdapat perbedaan signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” kata Hosianna.

Sejalan dengan hal itu, Ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak kisaran Rp 16,700 hingga Rp 16.800 per dolar AS pada kuartal II 2025.

Proyeksi rupiah tersebut masih relatif melemah, bila dibandingkan data terakhir pada Jumat (25/4) Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup dalam perdagangan dengan kondisi melemah 0,01% atau 1 poin ke level Rp16.872,5 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS terpantau turun 0,44% ke posisi 99,4.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×