Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Suntikan stimulus sebesar Rp 200 triliun yang digelontorkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ke perbankan diyakini membawa dampak positif bagi pasar tenaga kerja.
Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi, memproyeksikan penyerapan tenaga kerja, khususnya di sektor formal akan mulai menggeliat pada awal tahun depan.
Tadjudin menilai, dampak kebijakan stimulus kredit untuk UMKM dan sektor padat karya tersebut memang belum terasa instan saat ini. Pasalnya, industri membutuhkan waktu untuk memutar roda bisnisnya setelah dana cair.
Ia memperkirakan lonjakan penyerapan tenaga kerja baru akan terlihat signifikan sekitar bulan Februari 2026.
Baca Juga: Kemensos Temukan 1,9 Juta Penerima Bansos Tak Layak
"Sektor formal ini biasanya kan industri. Industrinya belum bergerak sekarang ini kan baru keluar stimulus dari Menteri Keuangan lewat bank itu, jadi belum kelihatan dampak positifnya. Paling tahun depan, sekitar bulan Februari kelihatannya akan naik," ujar Tadjudin kepada Kontan.co.id, Selasa (25/11/2025).
Tadjudin mencontohkan, kuota kredit di bank pelat merah seperti BRI dikabarkan cepat terserap oleh pelaku usaha. Hal ini menjadi sinyal positif bahwa sektor industri, yang merupakan penyerap tenaga kerja formal terbesar, mulai bersiap untuk ekspansi.
Baca Juga: Menpan RB Ungkap Alasan ASN Belum Pindah ke IKN
Meski demikian, Tadjudin mengakui kondisi pasar kerja di akhir tahun ini masih cenderung stagnan, terutama pada pekerja lapisan bawah. Hal ini wajar, mengingat siklus akhir tahun banyak proyek konstruksi berhenti sementara.
Selain itu, lanjut dia, pasar tenaga kerja juga masih dibayangi efek gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi sepanjang 2024-2025.
"Masih ada pengaruh kondisi tahun 2025 karena daya beli menurun, pasar-pasar tutup, dan produksi menurun. Banyak sekali korban PHK yang belum terserap kembali," jelasnya.
Sementara itu, Tadjudin mencatat saat ini porsi pekerja informal mendominasi hingga 60%, sementara sektor formal hanya 40%. Tingginya sektor informal ini didorong oleh maraknya gig economy, seperti konten kreator hingga ojek online, yang dinilai menjadi tujuan bagi korban PHK.
Namun, ia optimistis jika stimulus Rp 200 triliun tersebut efektif menyasar perusahaan-perusahaan di level bawah dan menengah, porsi pekerja formal akan kembali terkerek naik.
"Kalau nanti awal-awal tahun depan banyak menyerap tenaga kerja, itu mungkin sektor informalnya bisa menurun karena orang kembali masuk ke sektor formal," pungkasnya.
Selanjutnya: Pendiri Xiaomi Lei Jun Beli Saham Perusahaan Senilai US$ 12,9 Juta
Menarik Dibaca: Promo Indomaret Beli 1 Gratis 1 dan Beli 2 Gratis 1, Berlaku sampai 26 November 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













