kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.088.000   -7.000   -0,33%
  • USD/IDR 16.495   0,00   0,00%
  • IDX 7.748   48,90   0,64%
  • KOMPAS100 1.084   7,66   0,71%
  • LQ45 795   12,72   1,63%
  • ISSI 264   -0,60   -0,23%
  • IDX30 412   5,94   1,46%
  • IDXHIDIV20 479   6,52   1,38%
  • IDX80 120   1,51   1,27%
  • IDXV30 131   2,38   1,84%
  • IDXQ30 133   1,53   1,16%

Penjualan Eceran dan Keyakinan Konsumen Tertekan, Ekonomi Berpotensi Melambat


Jumat, 12 September 2025 / 05:29 WIB
Penjualan Eceran dan Keyakinan Konsumen Tertekan, Ekonomi Berpotensi Melambat
ILUSTRASI. Warga membawa barang belanjaan di Pasar Baros, Kabupaten Serang, Banten, Rabu (9/7/2025). Survei Penjualan Eceran BI menunjukkan Indeks Penjualan Riil (IPR) Agustus 2025 berada di level 221,7, turun 0,3% dibanding Juli. ?


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

Pelemahan penjualan eceran sejalan dengan melemahnya konsumsi rumah tangga. Survei Konsumen BI mencatat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Agustus 2025 sebesar 117,2, yang merupakan level terendah dalam hampir tiga tahun, setara dengan September 2022.

Faktor utama penyebab penurunan adalah pesimisme terhadap ketersediaan lapangan kerja. Indeks komponen ini sudah berada di bawah level 100 sejak Mei 2025.

Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai penurunan keyakinan terutama terasa pada kelompok menengah bawah.

Baca Juga: Tarif Trump akan Tekan Ekonomi Indonesia, Target Pertumbuhan 5,2% Jadi Berat

"Tekanan inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok membuat konsumen mengurangi belanja non-esensial. Ini berdampak langsung pada penjualan eceran dan memicu prediksi perlambatan lebih lanjut pada Oktober 2025 dan Januari 2026," ujarnya kepada *Kontan*, Kamis (11/9).

Menurut Yusuf, pelemahan konsumsi dan penjualan eceran berimplikasi besar pada tenaga kerja. Sektor ritel dan konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 50%–60% terhadap produk domestik bruto (PDB) sekaligus menyerap jutaan pekerja, terutama di sektor UMKM.

Jika kontraksi berlangsung lama, perusahaan bisa memangkas tenaga kerja, mengurangi jam kerja, atau menahan rekrutmen baru. Kondisi ini meningkatkan risiko ketimpangan sosial.

Baca Juga: Tumbuh Lambat, Ekonomi Indonesia Membikin Cemas

"Perlambatan konsumsi menandakan pelemahan pertumbuhan ekonomi. Jika tidak ada stimulus untuk menjaga daya beli, target pertumbuhan berisiko turun di bawah 5%," jelas Yusuf.

Ia menyarankan langkah antisipatif berupa insentif untuk UMKM atau bantuan langsung tunai. Sementara itu, stabilitas inflasi yang diperkirakan BI memberi ruang bagi kebijakan moneter yang lebih longgar guna meredam perlambatan.

Selanjutnya: Kemkeu Susun Insentif Pengganti Tax Holiday

Menarik Dibaca: Promo JSM Superindo 12-14 September 2025, Telur Ayam Kampung-Sosis Keju Harga Spesial

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×