Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Naman Sanip (52) menolak semua isi dakwaan jaksa penuntut umum kepadanya. Penolakan itu disampaikan melalui kuasa hukumnya, Abdul Haris dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (13/12/2016).
Naman merupakan pelaku penghadangan kampanye calon wakil gubernur nomor dua, Djarot Saiful Hidayat di Kembangan Utara, Jakarta Barat pada 9 November 2016. Dalam dakwaan JPU, Naman dianggap sebagai pimpinan kelompok yang melakukan penghadangan.
Namun, kuasa hukum membantah semua hal itu. Menurut Abdul, Naman dan warga lainnya ingin menyampaikan aspirasi kepada calon gubernur pasangan Djarot, Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama terkait kasus dugaan penodaan agama yang disangkakan kepadanya.
"Apa yang diputuskan dan didakwakan tidak benar. Pak Ustaz (Naman) hanya menyampaikan aspirasi karena melihat Ahok yang menurut keyakinannya telah menistakan agama. Posisi Pak Ustaz ada di belakang, bukan pimpinan demo," kata Abdul.
Menurut Abdul, aksi yang dilakukan Naman merupakan aksi spontan. Aksi dilakukan berawal saat Naman dan warga sekitar rumahnya di Kembangan Selatan mendengar bahwa Ahok akan datang ke Kembangan Utara, yang tak jauh dari tempat tinggal mereka.
"Ternyata banyak yg terkumpul dan berdemo. Tapi kebetulan Ahok enggak hadir. Yang hadir Djarot," ucap Abdul.
Sedianya, persidangan yang digelar kali ini akan beragendakan pembacaan dakwaan terhadap Naman. Karena dakwaan ditolak, maka majelis hakim yang dipimpin Masrizal menunda sidang sampai Rabu (14/12) besok.
Awalnya Naman akan didakwa telah melanggar Pasal 187 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam Pasal 187 Ayat 4 disebutkan, tiap orang yang menghalangi jalannya kampanye dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta. (Alsadad Rudi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News