Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk meninjau regulasi fiskal secara komprehensif terkait pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) 11% pada produk pengolahan setengah jadi seperti stainless steel (nikel) dan ingot (timah).
Menanggapi hal tersebut, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengakui bahwa kebijakan tersebut merupakan hal yang aneh dan menjadi sangat tidak adil bagi industri di dalam negeri.
Hal ini lantaran, ketika barang setengah jadi ini ditransaksikan di dalam negeri maka dikenakan PPN 11%. Sebaliknya, ketika di ekspor ke luar negeri justru tidak dikenakan tarif sama sekali.
Untuk itu, dirinya menilai bahwa kebijakan tersebut hanya melemahkan daya saing industri dalam negeri dan justru memperkuat daya saing industri negara lain.
Baca Juga: Anggota DPR Ini Desak Kemenkeu Tinjau Ulang Pengenaan PPN 11% Produk Setengah Jadi
"Kebijakan pengenaan PPN pada transaksi barang setengah jadi ini sebenarnya sudah lama dikeluhkan dunia usaha dan menjadi semakin kuat disuarakan pasca kenaikan tarif PPN menjadi 11% pada tahun lalu," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (25/6).
Menurut Yusuf, industri hilirisasi nikel seperti baja nirkarat dan industri hilir timah seperti timah batangan menjadi tidak kompetitif dikarenakan bahan baku dikenai PPN 11%.
"Menjadi aneh ketika kita menggemakan hilirisasi tambang, namun industri hilir tidak didorong daya saingnya. Selayaknya kebijakan ini ditinjau ulang agar industri hilir berkembang dan daya saingnya meningkat," tegas Yusuf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sebagai ungkapan terimakasih atas perhatian Anda, tersedia voucer gratis senilai donasi yang bisa digunakan berbelanja di KONTAN Store.